Keluar dari rumah sakit pasca debridement, saya dibekali banyak sekali obat-obatan dan perlengkapan pembersih luka. Perawat memberi saya obat penahan sakit, antibiotik, kain kasa gulung, kain kasa steril, betadine, plester, bebat, sampai cairan infusan yang disatukan di dalam keresek plus wejangan tata laksana pembersihan luka. Sebagai tambahan, agar proses penyembuhan lebih cepat, saya membeli beberapa multivitamin di apotek Rumah Sakit. Gak lupa, saya juga beli Natur E merah biar kulit gak kusam-kusam amat. Maklum, seminggu di rumah sakit membuat saya jarang bersentuhan dengan air ahahaha
Urusan kulit nih krusial banget. Soalnya selama sakit saya memang susah bangun dan terpaksa jarang-jarang ke kamar mandi. Cuci muka paling kalau pagi-pagi pas suami belum berangkat ngantor. Mau pipis juga mendingan ditahan dulu deh sebentar, daripada oleng di jalan menuju kamar mandi. Yah, apalagi mandi. Udah gak pernah sama sekali. Makanya selain perawatan kulit bekas luka, penting juga dipikirkan bagaimana perawatan kulit pasca debridement. Apalagi sekarang sudah masuk usia syantik, di mana garis halus, kerut, dan flek hitam mulai berani unjuk gigi. Mesti double protection, luar dan dalam!
Perawatan luka operasi debridement ini ngeri-ngeri sedap. Apalagi lukanya cukup besar. Setengah betis saya dipenuhi oleh jahitan. Tapi jahitannya memang lebih rapi dibanding hasil jahitan petugas Puskesmas. Dan yang paling penting lukanya bersih. Ya gimana gak bersih, dicuci bersih di ruang operasi sampai diguyur-guyur.
Tiap hari saya membersihkan luka dan mengganti perban. Diawali dengan membuka perban dengan perasaan was-was, kemudian dibersihkan dengan cairan infus sambil ditekan-tekan dan diurut dari bawah jahitan, memberi betadine, terakhir menutup luka dengan perban. Setelah ditutup perban, betis juga dibalut bebat.
O ya, sebelum kejadian ini saya hanya tahu kalau mencuci luka itu sebaiknya pakai alkohol. Ternyata itu salah. Soalnya ketika luka dicuci dengan alkohol, jaringan di sekitar luka bisa jadi rusak. Alkohol memang bisa berfungsi sebagai disinfektan, tetapi sel-sel sehat di sekitar luka malah bisa ikut rusak sehingga mengganggu proses penyembuhan. Selain itu ada juga kemungkinan alkohol bisa masuk ke dalam aliran darah lewat luka. Nah, itulah kenapa mencuci luka sebaiknya dengan NaCL alias cairan infus.
Bagian yang paling mengerikan itu pas buka perban dan menekan bawah jahitan agar darah yang menggumpal keluar. Soalnya jadi teringat ketika perawat memencet nanah di kaki sekuat tenaga sampai saya menangis guling-guling.
Pas kontrol buka jahitan juga lumayan ngeri. Meski sebenarnya gak terasa sakit, tapi melihat drain (selang penampung darah) yang ditanam di bawah jahitan dan dicabut pelan-pelan itu bikin keringat dingin mengucur!
Perlu waktu dua minggu sampai jahitan bisa dibuka. Ada beberapa bagian luka yang masih terbuka. Total selama sebulan saya terus melakukan perawatan pembersihan luka dengan cairan infusan dan tetap dibalut bebat. Nah, sekarang lukanya sudah menutup sempurna. Selanjutnya saya tinggal berusaha menghilangkan bekas luka jahitan dengan bantuan salep. Beberapa bekas jahitan sudah memudar sih. Tapi masih ada bagian yang menghitam dan terasa agak keras. Padahal sampai hari ini sudah lebih dari 3 bulan sejak saya menjalani operasi debridement. Kalau masih gak hilang juga, ya gak apa-apa deh. Buat kenang-kenangan beling termahal di dunia haha
Selain bekas jahitan yang masih tampak, sampai hari ini ada beberapa keluhan masih saya rasakan.
Sebetulnya dokter Risman memang bilang kalau proses penyembuhannya memang cukup lama.
“Bisa sampai 3 bulan”, jawab dokter Risman ketika saya menanyakan berapa lama kesemutan di kaki akan saya rasakan.
Kalau saya perhatikan, kaki terutama di bagian bawah jahitan masih bengkak dan bagian yang bengkak ini juga terasa kesemutan. Kesemutan ini terjadi karena adanya kerusakan syaraf tepi. Yaaah… wajar atuh ya, itu beling sampe memotong daging di betis, gimana syarafnya gak rusak? Dokter Risman bilang, operasi debridement kemarin juga hanya melakukan aproksimasi syaraf-syaraf yang terputus. Jadi didekatkan begitu saja, bukan disambung. Biar nanti syaraf-syaraf yang terputus menyambung dengan sendirinya.
Gak jarang juga tiba-tiba bekas jahitan terasa nyeri. Atau pas lagi duduk-duduk santai, tiba-tiba ada nyeri yang rasanya nyeri banget dari bekas jahitan sampai ke ujung kaki. Kalau sudah begitu biasanya Ade nanya
“Kunaon usyu? Nyeri? Aduh karunya….”, ujar Ade sambil mengusap-ngusap pipi saya.
Duh, ini anak… pikasebeleun pisan sih hahaha
Beberapa hari yang lalu sempat ada bentol tepat di bagian jahitan yang terasa sangat gatal, terus karena penasaran saya pencet aja bentolnya… eh, ternyata bentolnya berisi! Isinya apa? Nanah kering sih, mirip sama komedo atau jerawat kalau dipencet-pencet. Hiyyy.. seram. Padahal tidak ada luka terbuka.Cuma karena beling, urusan jadi panjang begini. Mudah-mudahan sih gak ada apa-apa.
Makanya… #bungkusrapisampahbelingmu!