[Basa Sunda] Paribasa : Elmu Ajug– “Duh, punggung sakit banget. Tolong pijit sampai bunyi, Mah“, pinta suami sambil rebahan di lantai.
Kalau sudah pasang posisi begini, berarti saya harus menekan punggungnya sampai mengeluarkan bunyi… “derekdek”. Biasanya sih kalau sudah bunyi, rasa berat dan sakit yang nemplok di punggung sedikit berkurang.
Bahaya gak sih mengurangi rasa sakit di punggung dengan cara seperti itu? Entahlah. Yang jelas sih setelahnya memang terasa enak hihi…
Tapi kali ini tidak ada bunyi dari punggung yang sudah saya tekan. Entah karena tenaga yang kurang ataau memang tulang-tulang di punggung suami yang tidak bisa mengeluarkan bunyi. Yang ada punggung suami malah tambah sakit. Bangun dari tidur pun sepertinya kesulitan.
“Minum obat nih”, ujar saya sambil menyodorkan obat analgesik.
Suami hanya bilang, “ya… nanti”, dan berlalu begitu saja.
Tapi tak lama kemudian suami mengeluhkan sakit di punggungnya. Lagi-lagi saya hanya meminta suami minum obat analgesik yang tadi.
Dasar bandel, bukannya diminum, suami malah kembali berlalu. Huh. Kesal dan ngomel sendiri jadinya.
Susah amat sih minum obat. Padahal kalau saya mengeluh sakit, suami suka cerewet meminta saya segera minum obat dan istirahat yang cukup. Gak cukup sekali, berkali-kali suami selalu mengingatkan saya. Tapi giliran suami yang sakit, gak mau tuh minum obat.
Kalau kata peribahasa Sunda, ini yaang namanya Elmu Ajug, yaitu Jalma anu bisa mapatahan batur, tapi teu bisa nerapkeun ka diri sorangan. Artinya orang bisa dengan fasih memberi nasihat kepada orang lain, sementara dirinya sendiri sulit melakukan apa yang dinasihatkan.
Saya sendiri fasih banget nih sama Elmu Ajug. Ketika melihat Ceuceu kebingungan mencari kerudung sekolahnya, atau melihat suami yang sibuk mencari kacamatanya dengan kondisi mata kabur karena minus 3, saya pun dengan enteng bilang, “tadi disimpan di mana? Makanya… simpen barang itu di tempatnya donk!”.
Padahal saya sendiri hampir tiap hari kebingungan mencari kunci atau dompet. Kalau tidak di saku jaket, biasanya ada di meja telepon, atau di meja rias, atau di meja makan, atau di lemari piring di dapur, bahkan pernah tak sengaja saya simpan di keranjang cucian.
Bukan cuma urusan minum obat dan menyimpan kunci, Elmu Ajug ini banyak kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya meminta orang lain bersabar atas apa yang sedang dialaminya, padahal ketika peristiwa yang mirip juga menimpa kita, perasaan kita kurang lebih sama dan rasanya sulit menerima pendapat dari luar.
Sepertinya sih masih banyak ya contoh Elmu Ajug yang lain? Ya, begitulah… Ilmu kita sepertinya memang baru sebatas Elmu ajug. eh, lho… kita? Saya aja kali yang begitu mah :))
Teman-teman pernah mengalami atau malah mendalami Elmu Ajug seperti saya? Hihi…