Stop Buang Sampah Sembarangan Demi Masa Depan!

By | March 19, 2014

“Mana Pemerintah? Mana Tim SAR? Mana Relawan? Bullshit semuanya!”

Itulah update status Anwar tatkala dirinya bersama ribuan orang lain di Pamanukan, Subang terendam banjir pertengahan Januari 2013 yang lalu. Status berisi keluhan yang dibuat Anwar tadi bukan tanpa alasan. Malah menurut saya rasanya wajar saja kalau Anwar menanyakan ada di mana dan kemana Pemerintah, Tim SAR dan Relawan? Mengingat wilayah Pamanukan sudah terendam banjir selama 2 hari dengan banjir yang semakin meluas, sementara belum ada tanggapan atau bantuan apapun untuk mereka yang terkena musibah banjir. 

keluhan

Ribuan warga mengungsi ke tempat yang lebih tinggi. Kolong jembatan Pantura menjadi salah satu pilihan tempat mengungsi. Sayangnya ini pun tidak berlangsung lama. Karena curah hujan yang tinggi, banjir pun semakin meluas sehingga kolong jembatan bukan lagi tempat yang aman.

Namun masih banyak yang terjebak banjir, terutama mereka yang berada di desa yang sulit diakses.

1795704_508246912628480_1227823467_n

Berita mengenai banjir di wilayah Pantura di media memang tidak sedahsyat berita banjir yang menerjang ibukota Jakarta. Padahal puluhan ribu rumah terendam banjir karena jebolnya 17 tanggul yang tersebar di beberapa kecamatan di Subang (Sumber : Pikiran Rakyat)

Banjir, salah siapa?

Sudah bukan hal yang aneh kalau setelah banjir surut, kebanyakan orang lupa mencari pangkal masalah penyebab banjir. Berbeda dengan saat banjir datang menerjang. Semua pihak seolah tidak mau disalahkan dan menuduh orang lain lah yang harus bertanggung jawab.

Sebagai orang yang tinggal di daerah pegunungan, saya sendiri merasa bersalah. Saya merasa sebagai salah satu penyumbang masalah terjadinya banjir di Pamanukan ini. Sudah cukup banyak alih fungsi hutan menjadi lahan perkebunan, pertanian bahkan pemukiman yang tidak dapat dicegah, dengan alasan untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan hidup.

Subang sendiri memiliki ratusan hektare hutan lindung di wilayah selatan Subang. Ratusan hektare hutan lindung itu ditumbuhi sejumlah pepohonan pinus, puspa, dan mahoni yang berfungsi sebagai penyangga hutan. Saat ini kondisi hutan lindung di wilayah Subang dalam keadaan kritis akibat alih fungsi lahan oleh petani menjadi lahan perkebunan. (Sumber : Koran Sindo)

Belum lagi kebiasaan buruk kebanyakan masyarakat di lingkungan tempat tinggal saya yang seringkali membuang sampah ke selokan saat datang hujan deras. Tidak ada kesadaran dari masyarakat sendiri dan juga edukasi dari aparat desa bahwa membuang sampah ke selokan itu hanya menumpuk masalah di kemudian hari.

Saya sangat bisa mengerti apa yang ada di benak orang lain ketika mereka dengan sengaja menghanyutkan sampah di selokan saat hujan. Mereka pikir, ini adalah cara yang praktis dan dijamin membuat lingkungan tempat tinggal mereka bersih dari sampah. Well, lingkungan tempat tinggal mereka boleh jadi bersih dari sampah. Lalu bagaimana dengan tempat di mana sampah itu bermuara?

Mari kita tengok foto-foto berikut ini!

Sampah di laut, Sumber : Huffington Post Berselancar di tengah lautan sampah, Sumber : Huffington Post Lautan Sampah Di Kali Sentiong, Tanjung Priuk, Jakarta, Sumber : Viva News
Ratusan kubik sampah terdampar di Pantai Kuta

Ratusan kubik sampah terdampar di Pantai Kuta, Sumber : Tempo

Melihat foto-foto di atas, saya yakin kalau kebiasaan membuang sampah sembarangan apalagi membuang sampah ke selokan/sungai ini bukan hanya dilakukan oleh para tetangga saya. Iya kan?

Saya jadi teringat kejadian beberapa tahun yang lalu, sekitar tahun 1999, ketika saya diberi kesempatan mengikuti pendidikan dasar (diksar) salah satu komunitas pecinta alam di kampus. Saat itu sebagai salah satu rangkaian perjalanan diksar saya dan teman-teman peserta diksar lain diwajibkan melakukan operasi bersih di sepanjang jalur Gunung Gede-Pangrango, Bogor. Selama 3 hari kami di Gunung Gede-Pangrango memunguti sampah dan 6 polybag besar tidak cukup menampung sampah-sampah yang berserakan di sana. Geram tentu saja. Apa yang ada di pikiran mereka yang pastinya mengaku sebagai pecinta alam itu saat membuang sampah seenaknya di gunung?

Tapi saya juga yakin kalau masih banyak orang-orang yang disiplin membuang sampah di tempatnya, dan kemudian menyerahkan sepenuhnya pengelolaan sampah itu kepada petugas terkait. Namun seperti yang kita ketahui, pengolahan sampah di negeri kita ini belum optimal. Jadi ya wajar saja jika jutaan kubik sampah memenuhi TPA (Tempat Pembuangan Akhir), sungai dan lautan di seluruh Indonesia.

Potensi kerugian akibat banjir

Saat banjir melanda Pamanukan Januari 2014 yang lalu, belasan ribu hektare sawah juga terendam banjir. Berdasarkan data dinas pertanian Kabupaten Subang, pada saat banjir melanda tanaman yang mengalami puso luasnya 13.379,8 hektar, terdiri dari tanaman 9.884 hektar dan persemaian benih 3.495,8 hektar. Kerugian yang diderita para petani di Kabupaten Subang akibat areal sawahnya trendam banjir ini diperkirakan mencapai Rp 3,274 miliar.

Selain kerugian tanaman mengalami puso, banjir juga menyebabkan banyak saluran tersier yang mengairi sekitar 5.000 hektare sawah tersebar di sejumlah daerah mengalami kerusakan. Untuk memperbaiki saluran tersier dibutuhkan biaya Rp 1 juta per hektarnya. (Sumber : Pikiran Rakyat)

Kerugian yang diderita Kabupaten Subang akibat banjir yang melanda wilayah utara diperkirakan lebih dari Rp 39 miliar. Kerugian tersebut merupakan rekapitulasi sementara dari berbagai kerusakan fasilitas umum, areal pertanian, bangunan hingga harta benda warga.

Ini baru kerugian yang diderita oleh Kabupaten Subang. Sementara banjir pertengahan Januari kemarin juga terjadi di daerah lain. Bayangkan berapa banyak rupiah yang terbawa hanyut oleh banjir?

Apa yang bisa kita lakukan?

Small things for big, bright and better future!

Orang bilang, masa depan yang baik itu bukan hanya ditunggu, tetapi juga harus dipersiapkan dengan baik. Nah, daripada menunggu dan mengandalkan orang lain, kenapa kita tidak memulainya dari diri sendiri?

Ya, karenanya saya mulai mengelola sampah sendiri. Saya belajar memilah milih dan memanfaatkan sampah domestik demi terjaganya lingkungan hidup. Sudah cukup banyak artikel maupun blog yang membahas mengenai ini. 

Sampah kertas dan plastik yang dihasilkan sehari-hari saya kumpulkan.

Keterbatasan lahan tidak menjadi halangan agar bisa berkebun. Saya menggunakan botol dan kaleng plastik bekas untuk dijadikan pot.

BQEgME9CMAAnrjh

Sementara sampah plastik bekas bungkus kopi/makanan saya kumpulkan untuk dirangkai menjadi pernak pernik. Ketika memerlukan alas untuk meja makan, saya memilih membeli alas yang dibuat dari bahan daur ulang.

Alas meja dari plastik daur ulang

Alas meja dari plastik daur ulang

Saya juga memberanikan diri meminta tolong ke tetangga/warung-warung kopi agar tidak membuang bungkus kopi untuk saya tukar dengan beberapa rupiah. Bersyukur anak-anak saya mau diajak berkreasi dengan sampah plastik tanpa rasa sungkan.

10171757_475556845907135_1036830698_n

IMG_20131125_151514

Katanya sih ini mau dijadikan tempat pensil 🙂

Bahkan saat ada pagelaran busana, Si Tengah mau memakai pakaian daur ulang yang dibuat dari plastik keresek. Hasilnya? Tidak kalah mempesona dibanding anak-anak lain (yah… ujung-ujungnya muji anak sendiri hihihi)

Meski tidak seberapa, tapi saya berharap apa yang telah anak-anak lakukan memiliki efek seperti di film Pay It Forward. Ketika anak-anak saya tidak membuang sampah sembarangan, teman-teman yang melihatnya juga akan melakukan hal yang sama.

Rasanya apa yang saya dan anak-anak lakukan ini setidaknya sejalan dan senada dengan visi WWF, yaitu “Pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia untuk kesejahteraan generasi sekarang dan di masa mendatang”.

Jadi, mari kita hentikan buang sampah sembarangan dari sekarang, menjaga lingkungan demi masa depan yang gemilang 🙂

Kalaupun ternyata apa yang saya harapkan itu tidak terjadi, setidaknya anak-anak saya tidak membuat Si Komo bingung…

Banjir lagi, banjir lagi… Aduh Komo bingung lagi

Gara-gara kita-kita buang sampah sembarangan…

Disclaimer : Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Blogger Peduli Lingkungan” yang diadakan oleh WWF dan Blog Detik. Isi tulisan di luar tanggung jawab WWF dan Blog Detik. Mau ikutan? Klik di sini ya!

Terima kasih buat Kang Anwar yang sudah menjadi inspirasi. Jangan lupa untuk update terus pengetahuan kamu tentang lingkungan di WWF, follow juga twitternya di sini dan like fanspagenya di sini. Buat blogger lainnya, yuk gabung di Blog Detik. Banyak blog keren di sana Referensi : 1. Pikiran Rakyat 2. Kompas 3. Viva News 4. Koran Sindo 5. Tempo 6. Huffington Post 7. Kaskus 8. Facebooknya Kang Anwar

 

*** Alhamdulillah, artikel ini dapet merchandise dari WWF nih… 😉

11 thoughts on “Stop Buang Sampah Sembarangan Demi Masa Depan!

  1. Ghiri Mukti

    Marilah kita memulai semuanya dari hal terkecil, dari diri kita, mulai secepatnya.
    dan memang masalah sampah seharusnya supaya lebih afdol jangan hanya dibuat sebagai cost center pemerintah tetapi seharusnya dibuat menjadi profit center bisa untuk masukan APBD masing2 daerah…kemudia dari sisi pendidikan budi pekerti juga sekarang sih kayaknya terabaikan….apa kabar slogan gerakan disiplin nasional yaa…long time no see…

    Reply
    1. alvinna23 Post author

      Eh, bang Ghiri… saya sendiri lupa tuh kalo pernah ada gerakan yang judulnya Gerakan Disiplin Nasional… 😀

      Kebanyakan slogan tanpa disertai tindakan kali ya, jadinya sampai terlupakan…

      Tanpa ada slogan apa-apa anak saya kalo pulang dari sekolah, di tasnya banyak sampah *_*

      Makasih bang udah mampir *semur jengkol siap dikirim hahahaha

      Reply
  2. gnt fiber

    akibat nya banjirkan ,, memang tidak akan langsung terasakan sekarang
    tapi tetangga kita yang akan terkena bahaya nya

    Reply
    1. oRiN Post author

      iya, betul… bukan tetangga yang di dekat kita, tapi yang ada di hilir sungai…

      terima kasih kunjungannya

      Reply
  3. salikun

    disitu dah ketahuan digembar gemborkan sampah diolah-diolah,dimanfaatkan kembali dsb.memang itu juga menuju pengurangan sampah tapi hanya 0,5 persen saja.kalo mau betul2 ingin mengatasi masalah sampah(se Indonesia)arahkan penanganan pada sampah2 yg sama skali tdk dpt dimanfaatkan pasti beres ketimbang mengajari burung terbang pada hal pengajarnya tdk bisa terbang,artinya sampah yg msh bisa dimanfaatkan kembali sdh ada yg ngurus/itu rizki pemulung,dan sampah yg sama skali tdk dpt dimanfaatkan untuk apa kalo tdk di musnahkan caranya mudah http://teknologitpa.blogspot.com

    Reply
    1. oRiN Post author

      maksud saya, kalau memang bisa diolah sendiri ya kenapa tidak. kalaupun tidak bisa, mari belajar memilih dan memilah sampah sendiri. jangan sampai sampah dari rumah tangga dibuang begitu saja. di kampung tempat saya tinggal, jangankan sampah plastik yang kecil-kecil pak, bahkan kalau sedang hujan besar dan ada anak kambing yang mati, ini juga dibuang ke selokan kecil. intinya kesadaran diri sendiri sih, bahwa membuang sampah sembarangan ini sama dengan menumpuk masalah di masa depan 🙂

      terima kasih kunjungannya

      Reply

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *