Disclaimer : Tulisan panjang ini dibuat di bawah pengaruh obat penahan sakit dengan cerah ceria. Bukan untuk berbagi sedih, hanya untuk dijadikan pelajaran. Hati-hati, di tulisan ini banyak disturbing picture. Yang gak kuat liat foto luka terbuka, silahkan mampir ke tulisan yang lain. Terima kasih 🙂
Minggu siang, suami yang sedang di Bogor ikut acara kantor, mengabarkan kalau acara sudah selesai dan dalam perjalanan pulang.
“Mau dibeliin oleh-oleh apa? Ini lagi beli taleus”, tanya suami lewat pesan singkat.
Maunya sih dibeliin Lapis Talas Bogor. Belum pernah nyobain soalnya. Tapi suami bilang gak bakal lewat kota. Euh, ya sudah… cuma jawab, tadi kan nanya mau dibeliin apa :p
Saya pun kembali ke niat menyelesaikan draft tulisan A&W yang videonya sudah tayang duluan. Baru buka dashboard blog, saya mendengar suara hujan. Ah ya, kalau hujan besar selokan di belakang rumah suka meluap. Airnya seringkali sampai masuk ke dapur. Tutup laptop, lalu saya segera ke dapur.
Sambil membuka pintu dapur, saya mengamati selokan. Meski hujan baru sebentar, nampak beberapa sampah sudah mulai lewat di selokan. Begitulah kebiasaan penduduk di sekitar rumah, ketika hujan besar turun berarti saatnya membuang sampah ke selokan.
Bukan hanya sampah, bekas material bangunan pun dibuangnya ke selokan. Padahal ini hanya selokan kecil. Sampai-sampai terjadi pendangkalan dan akhirnya menyebabkan air di selokan meluap ke pintu dapur tiap kali hujan besar.
Beberapa hari yang lalu, saya masuk ke selokan, mencangkul batu-batu/barangkal yang memenuhi selokan, agar air bisa lewat.
Saya pun berinisiatif mengambil sapu lidi, rencananya untuk membersihkan selokan, agar tidak ada sampah yang nyangkut.
Hap. Saya meloncat melewati selokan dan melangkah ke halaman tetangga. Pintu dapur rumah memang berhadapan dengan teras rumah tetangga.
“Mumpung belum mandi, sekalian aja ujan-ujanan dulu“, pikir saya.
Baru juga beberapa langkah, kaki saya tersandung batu. Saya limbung dan terjatuh. Masih di halaman tetangga, gak sampai masuk ke selokan.
“Astaghfirullah… astaghfirullah”, Sambil istighfar saya berusaha bangun. Tengok kiri kanan, alhamdulillah, gak ada yang lihat. Sakitnya sih gak seberapa, malunya itu lho yang bakal terbayang-bayang kalo sampai kelihatan jatuh wkwkwwk.
Tapi eh, kenapa betis kiri berdarah ya? Perlahan saya mengusap betis kiri yang berdarah ini. Teraba sesuatu yang keras di betis kiri.
“Ah, masa sih barusan jatuh sampai patah tulang? Lagian masa tulang warnanya bening gini?“, begitu pikir saya sambil terus memegang benda yang keras ini. Kalau patah tulang gak mungkin juga saya bisa berdiri.
Setelah saya usap-usap lagi, baru saya sadar. Subhanallah… ini pantat gelas!!!
Segera saya cabut gelas yang menancap sempurna di betis, dan saya simpan di pojok teras tetangga. Melihat betis yang robek dan daging yang menonjol ke luar, ditambah darah yang mengucur dengan deras, saya sadar kalau ini gak bisa diobati sendiri.
Sambil berjalan dengan pelan saya kembali ke dapur, mengunci pintu dapur, melangkah sampai ke halaman depan, kemudian memanggil-manggil mertua.
“Ma, ai bapa aya?”, tanya saya sambil berusaha tetap tenang. Masih tak ada jawaban. Saya pun kembali memanggil mertua.
Ibu mertua yang kebetulan sedang istirahat, keluar dari kamar dan… histeris melihat darah di kaki saya. Ibu mertua berteriak memanggil bapak mertua yang sedang membersihkan mobil di garasi. Tentu saja sambil tetap histeris. Apalagi melihat lantai rumah penuh dengan darah mulai dari dapur sampai halaman depan.
Saya menyusul ke garasi, meminta bapak mertua mengantar saya ke Puskesmas.
“Aya naon nya?“, tanya bapak mertua.
“Teu nanaon, ieu kacugak beling“, jawab saya. Anak-anak yang tadinya anteng di kamar, berlarian menyusul saya sambil menangis histeris.
Saya berusaha menenangkan anak-anak.
“Sudah, gak usah nangis, ini Mamahnya juga masih bisa berdiri. Teteh sama Ade ke kamar lagi, Ceuceu tolong ambilin hape sama kerudung,” pinta saya ke Ceuceu.
Saya sempatkan mengambil foto luka di kaki. Soalnya ini kan kejadian langka, dan gak boleh diulang. Lagipula, toh gak sakit wkwkwk… Foto ini saya kirim ke suami.
Suami langsung menelepon dan menanyakan kondisi saya.
Bapak mertua yang kaget melihat kondisi kaki saya yang penuh darah segera mengambil air hangat untuk membersihkan luka. Yang tadinya saya pikir bakal perih, ternyata gak perih sama sekali. Sama seperti ketika betis tertancap gelas pecah, dan saya mencabut pecahan gelasnya, gak ada nyeri sama sekali. Yang ada sih betis sampai ujung kaki terasa sangat pegal.
Tetangga dan tukang bangunan yang sedang merenovasi desa di samping rumah, semua keluar karena jeritan ibu mertua tadi. Demi melihat darah yang menggumpal dan memenuhi garasi, salah seorang tukang memberi saran ke bapak mertua agar segera mengikat kaki saya.
Bapak mertua masih tetap membersihkan kaki saya. Yah, namanya juga panik, apalagi melihat daging sampai keluar-keluar.
Saya meminta salah seorang tukang bangunan mengambil kaos Ceuceu yang sedang dijemur.
“Robek aja, A. Guntingnya itu di atas meja di dalam“, ujar saya.
Si Aa segera mengambil kaos Ceuceu, menggguntingnya, dan mengikatkannya di atas lutut.
Darah masih keluar, tapi tidak sederas tadi.
Saya meminta mamang-mamang tukang untuk membersihkan darah di rumah sampai bersih. Yang di teras dan garasi, sudah mulai dibersihkan oleh beberapa tukang dengan diguyur air dari jolang.
Pandangan mulai gelap. Dipapah entah oleh siapa saja, saya naik ke mobil mertua. Ceuceu keukeuh ingin menemani saya ke Puskesmas, sambil terus menangis.
Sampai di Puskesmas, di UGD gak ada orang. Ah, tenang. Pasti ada koq di PONED. Perlahan saya melangkah ke Poned, di sana ada petugas Puskesmas yang sedang beres-beres.
Saya diminta kembali ke UGD dan berbaring di atas ranjang. Ada dua orang petugas yang menangani saya.
Seorang petugas menekan luka dengan verban agar darah tidak terlalu banyak keluar. Sementara petugas lain menyiapkan peralatan tindakan. Ketika ditekan oleh si Aa1, luka robek yang besar itu sama sekali gak terasa sakit. Tapi melihat alkohol yang dipegang si Aa2, saya meringis juga. Terbayang yah perihnya… hiyyyy…
“Duh, pak… sebelum dibersihin, bisa gak dibius dulu?“, pinta saya.
“Iya teh, ini mau dibius dulu. Ambil 2 ampul“, pinta Aa 1 yang sedang menekan luka di kaki saya ke Aa 2.
Pas dibius, rasanya nyos banget deh. Seueul! Tapi dua ampul ternyata gak cukup. Aa 1 kembali meminta 2 ampul biusan.
Selesai dibius, luka di kaki kemudian dibersihkan. Alhamdulillah… aman.
Sedikit ngeri ketika melihat kaki yang sudah bersih dari darah, tapi dagingnya terlihat dengan jelas. Huehue…
Jarum jahit mulai dimasukkan ke kulit. Karena sudah dibius ya gak kerasa apa-apa. Aa1 petugas Puskesmas pun dengan santai menjahit luka robek ini sambil cerita, kemarin beliau baru saja menangani korban laka lantas yang kehilangan 2 jari kaki kanannya. Hadeuh… ngeri.
Alhamdulillah, kaki saya masih utuh ya Allah.
Ketika jahitan hampir selesai, Aa1 menghitung jumlah jahitan. Aa2 pun bertanya… apa jahitannya mau digenapkan saja? barusan dihitung, jahitannya ada 11. Karena sakitnya sama, ya sudah… gak apa-apa digenapkan saja.
Pas banget suami kirim SMS menanyakan berapa jahitan yang saya dapat.
Eh, tapi nanti gak perlu balik lagi buat buka jahitan nih? Soalnya yakin… bagian buka jahitan ini pasti perih, Jenderal!
Alhamdulillah, gak usah buka jahitan karena pakai benang jahit yang menyatu dengan kulit. Pasti berbekas sih. Yah, daripada sakit pas dibuka jahitan, mending juga berbekas deh. Gpp, hitung-hitung membatik di Hari Batik Nasional.
Selesai dijahit, saya disuntik Tetanus. Serem kan… jatuhnya di tempat kotor, lukanya juga gede. Hiyyyy…
Saya pun pulang ke rumah. Masih dalam keadaan sadar. Pusing sedikit karena kehilangan banyak darah. Mulai sedikit panik ketika verban penuh dengan darah, padahal baru beberapa jam saja dipasang. Keringat dingin mulai keluar dan pandangan mulai buyar. Gak mau cepet mati, saya makan dengan lahap. Harapannya sih ada tambahan darah yang tadi terbuang. Yah, kan gak lucu yah kalau sampai mati kelaparan eh kehabisan darah.
Untungnya gak lama kemudian suami sampai di rumah. Saya kembali ke Puskesmas diantar suami untuk mengganti verban yang penuh darah. Gak berani sendiri mah euy. Tunggu sampai Rabu kayanya ini bakal terus rembes darahnya.
Kebetulan, Aa 1 dan Aa2 tadi memang giliran jaga pagi. Sekarang adanya Teteh-teteh. Verban kembali dibuka. Suami memegangi saya karena tahu kalau ini pasti sakit. Betis saya diguyur cairan infusan agar verban yang menempel bisa lebih mudah lepas. Setelah diamati, menurut Teteh ini, jahitannya kurang 2 lagi. Hadeuuuhhhhh…. Selanjutnya saya gak tahu apa yang dilakukan Teteh ini dengan betis saya. Gak mau lihat. Tutup mata saja sambil pegang tangan suami. Ecieeee….
Suami menghibur saya, lumayan katanya jadi ada bahan postingan di blog hahaha
Ya, begitulah… sepele sebenarnya. Dan gak kebayang sebelumnya kalau kejadian sepele ini beraibat fatal. Karena tersandung, dan gak sengaja kena beling pecah yang dibuang begitu saja, akhirnya saya mendapatkan 12 jahitan di betis. Pesan moral #1: Buanglah sampah pada tempatnya. Kalau ada sampah beling, wajib dibungkus dulu dengan rapi sebelum dibuang ke tempat sampah. Yup, #bungkusrapisampahbelingmu karena kita tidak pernah tahu, kapan dan siapa yang akan terluka oleh pecahan beling yang kita buang.
Beruntung hanya daging yang robek. Padahal kemarin tuh pecahan gelasnya gede banget. Kenapa coba? Karena usaha diet saya gagal! Yaaayyyy! Jadi daging di betis masih lumayan tebal dan pecahan gelasnya gak sampai kena tulang. Pesan moral #2: Gendut dikit gak apa-apa. Bemper di segala penjuru cukup tebal. Jadi pas kena benturan, bagian tubuh yang lebih dalam masih terlindungi wkwkwkwk
Tapi penderitaan belum selesai sampai di sini. Ini hanya permulaan dari penderitaan panjang yang harus saya jalani.
Dari kemarin memang saya belum mandi, akhirnya sekarang saya kebauan sendiri. Rambut juga gatel karena terkena air hujan. Padahal tadi di Puskesmas si Aa berpesan agar saya gak usah mandi, daripada perbannya basah terkena air. Dilap doank kurang afdol. Pesan moral #3: Mandilah sesegera mungkin, jangan dinanti-nanti. Karena kita gak pernah tau, kejadian apa yang akan kita alami sampai akhirnya kita dilarang mandi.
Nah, yang terakhir ini penderitaan paling parah. Sekarang saya gak bisa jongkok. Jangankan jongkok, pipis aja berdiri wkwkwk… sementara di rumah gak ada kloset duduk. Masih untung sih jadwal pup saya gak serutin suami yang harus tiap hari. Jadi urusan pup masih bisa dikoordinasi dengan baik lah. Tunggu sampai saya bisa jongkok ya hahaha. Pesan moral #4: Mau gak mau, di rumah harus ada kloset duduk. Karena kita gak pernah tahu, kapan kita gak bisa pup sambil jongkok :)) Meski nanti ambil rumah melalui Kredit Perumahan Murah, pokoknya pastikan kalau ada kloset duduk di rumah kita hahaha
O ya, cerita ini masih bersambung. Tunggu lanjutannya yaaaa…
Wah aq baca sambil bayangi mau nangis2 ..
Ngeri bangett..
Btw mkasih mak udah nyempetin nulis ,btw keren gambarnya di bikin gitu kalau penampakan asli bakalan tambah ngeri yak hahaha..
kan udah liat penampakan aslinya wkwkwkwk
Ya Allah,,,bacanya aja udah ngerii banget kayak ada serr seerr gitu apalagi yang ngerasain.Semoga cepet sembuh ya teh.
aamiin… makasih banyak ya doanya ^_^
untuk ukuran orang kuat, sakitu mah kuatan … masih fokus motret dan menguasai keadaan. (((Untung wae urang Sunda mah)))
sing enggal damang ~ adetruna sekeluarga.
naluri narsis jauh lebih kuat daripada rasa nyeri hahaha. Nuhun kang
Euleuuuh atuh Riiiin, ati-ati…
Meuni macana asa ningali kacugak belingna. Meuni langsung ginggiabeun atuh ieu teh.
Tapi cakep tulisannya eung..maca teh kabayang gambaranana…
iya teh, dasar weh seureudeug tea ini mah
Moga cepet sembuh yaa…
aamiin… makasih banyak ya ^_^
Hixx teteh aku bacanya ikut sedih, naha bisa setrong gitu ih, meuni tulisannya ga pake drama tapi bisa menyayat perasaan…
Cepet sembuh yaaaaaa
harus setrong atuh… kalo gak setrong mah gak ada bahan nulis di blog haha
Duuuh, teteeeeh, merinding disko baca postingannya, hikss…moga cepat sembuh yaa
Aamiin… hatur nuhun, ran ^_^
Gusti teh Rinrin meni sampe bolong kitu. Kabayang abi mah meureun jejeritan da ninggal getih ngabayabah halah bahasana wkwkwwk. Sing enggal damang nya teh
Iya, ngabayabah dari dapur sampe teras… heuheu.. nuhun, Neng Tian ^_^
Bacanya ngerii.. Cepat sembuh ya, Teh. Ini masih bersambung ya? Terima kasih sudah mengingatkan saya buat hati2 membuang sampah beling. Syafakillah, Teh…
Iyaaa… masih bersambuuung haha. Makasih doanya ya ^_^
Kalau aku jika bersih-bersih selokan atau got atu sampah dihalaman menggunakan sepatu boot. YA itu untuk mengantispasi jika menginjak atau kesandung beling atau benda tajam lainnya.
Sebenarnya itu tuga lelaki, hemmm…..
Mbacanya sambil ngelus dada, deg-ged serr gimana gitu, lekas sembuh teh,
Subhanallah… Kena beling emang serem ya..
Huhu ngerinya mbaa, maaf baru sempat mampir, semoga cepat sembuh, semoga jadi pelajaran buat kita semua hati-hati dengan sampah beling, ibuku selalu bungkus tebal beling sebelum dibuang ke tempat sampah, takut tukang sampah nya kena..
Aduh gusti meni ngilu mba 🙁 enggal damang nya mba *_*
Ih takuuut.:(
Aiih meni lunu bacanya….mdh2an skrg sdh sehat. Punten ga bs nengok ya… 🙁
Linu…sanes lucu atanapi lunu…..typo…hehe
Teteeeh cepet sembuuuh, aku bacanya meni linu. Pesan moral 1 bener banget huhuhu, apalagi pecahan kaca ya, kebayang kl anak kecil yg kena 🙁 Pesan moral 2 eeerrr… lemak aku tos cekap teh, cocok! hahaha Pesan moral 3, alah siah mana kadang aku suka males mandi, oke lah.. rajin mandi dari sekarang. Enggal damang ya teh!
Meni ngilu bacanaaaa…. hiks hiks.. aku klo buang sampah beling ke kantong keresek aja… 🙁 ntar2 mah mo dibungkus rapi dulu. Kloset duduk udah ada dirumah. Badanku… hhmm.. langsing sih…. Mandi? Rajin dongg… enggal damang nya Oriinnn
Cepet sembuh kakinya ya mba…
Mungkin lebih aman ditanam di tanah ya mba beling2 gitu.. Aman lagi di pisahin kaca-sampah plastik gitu ya mba..biar di olah di TPA
Sakit bgt mesti ampe dijahit 12 gitu… Smg mjd pelajaran utk ug lain, sampahmu menyelakai orang lain…
Semoga cepat sembuh teh.
Baru ngeh kenapa gambarnya di gelapin setelah tuntas baca.
Cepat sembuh mbak 🙂
Pingback: Tips mencuci piring dengan cepat dan bersih – Cogito Ergo Sum | Blognya oRiN