PMI “Jual” Darah, Ini Alasannya… – Di grup hari ini ada teman yang membutuhkan darah untuk kakaknya yang sedang dirawat. Beliau membutuhkan darah O sebanyak 4 labu. Kebetulan di PMI sedang kosong katanya.
Sayangnya meski suami saya golongan darahnya O, tapi belum waktunya suami donor darah lagi. Di jadwal sih baru tanggal 24 Februari nanti suami boleh donor lagi. Yang artinya sudah lewat 75 hari dari donor terakhir.
Pernah ketika suami datang ke kantor PMI Bandung sehari sebelum tanggal yang tertera di kartu, suami langsung ditolak di meja registrasi dan diminta kembali lagi besok sesuai tanggal di kartu.
Kata petugas sih, kalau dipaksakan diambil darahnya kurang dari 75 hari, selain kualitas darahnya jelek dan belum matang juga tidak sehat buat pendonor.
Status teman di grup tadi pun ramai dengan ajakan mendonorkan darah. Beberapa teman yang memiliki golongan darah O juga sama seperti suami saya, belum waktunya donor kembali. Terakhir mereka donor darah waktu Kopdar di Leles Desember kemarin.
Ada satu komentar yang membuat saya kaget. Yaitu dari seorang anggota grup yang bersedia mendonorkan darahnya dengan syarat penggantian dengan materi senilai 1 juta rupiah. Wow… ini serius?
Ternyata komentarnya tidak main-main. Dan sayangnya banyak anggota grup yang juga seolah-olah membenarkan kalau sudah sewajarnya kita meminta penggantian amteri atas darah yang sudah kita donorkan.
Alasannya? Karena PMI juga sudah menjual darah yang kita donorkan. Padahal kan PMI dapet darah dari kita juga gratis. Begitu pendapat mereka.
Pendapat ini didasari pengalaman mereka yang harus “menebus” darah yang mereka perlukan dengan sejumlah uang. Di kantor PMI kota saya 1 labu darah sekitar Rp. 360.000,-.
Dr Farid selaku selaku Ketua Pengurus Pusat PMI Bidang Kesehatan, Bantuan Sosial, Donor Darah dan Rumah Sakit PMI menegaskan kalau semua darah dari PMI itu gratis dan gak harus bayar. Tapi, memang ada biaya yang harus di keluarkan, salah satunya untuk BPD (Biaya Pemrosesan Darah).
Lho? Memangnya setelah didonorkan itu darahnya diapakan dulu? Bukannya langsung ditransfusikan ke yang memerlukan?
Ya gak lah. Setelah didonorkan, darah yang sudah kita donorkan ini discreening dulu.
Ada 6 tahapan yang harus dilakukan selama enam jam sebelum darah bisa diberikan kepada penerima. Darah juga harus melalui tahap uji kelayakan bebas dari penyakit seperti HIV, Malaria, dan Hepatitis. Gak mau juga kan kalau tiba-tiba kita jadi tertular penyakit gara-gara darah dari pendonor yang masuk ke tubuh kita. Nah, setelah melalui tahap ini kita bisa yakin kalau darah yang kita donorkan ini sehat, dan penerima donor pun bisa tenang tanpa khawatir tertular penyakit.
O ya, kalau misalnya tubuh kita tidak sehat dan menderita salah satu penyakit di atas, kita juga mendapat pemberitahuan dari PMI tempat kita donor.
Kualitas darah yang bisa diberikan kepada penerima juga diperiksa. Belum lagi ada yang hanya memerlukan trombosit dan ini memerlukan proses pemisahan trombosit. Satu lagi yang tidak boleh dilupakan adalah kantong darah yang masih diimpor. Jadi gak heran kalau kita perlu “menebus” 1 labu darah dengan sejumlah uang. Bukan untuk darahnya, tapi untuk proses pengolahan darahnya.
Di Indonesia sendiri membutuhkan kantong darah sekitar lima juta pertahunnya dari dua persen jumlah penduduk setiap daerah.
Jadi ingat ya, bukan darahnya yang diperjualbelikan… tapi ada biaya pengolahan darah yang tidak murah.
Lagipula, setelah selesai donor, kita masih dikasih sepaket makanan penuh gizi dan vitamin dari PMI. Yuk ah… donor darah sukarela. Setetes darah kita sangat berarti buat orang lain 🙂