Beberapa hari yang lalu, seorang teman di grup WA melempar sebuah survey. Surveynya menanyakan, bagaimana kebiasaan memasak anggota grup yang lain? Apakah memakai bumbu instan, ditambah MSG, atau cukup gula dan garam?
Jawaban dari teman-teman di grup tentu saja cukup beragam. Namanya juga beda kepala, pastilah beda juga lidahnya. Ada yang menjawab hanya gula dan garam, ada yang selalu pakai bumbu instan, ada yang tidak pernah ketinggalan memakai MSG, ada juga yang mengharamkan pemakaian MSG.
Saya sendiri saat memasak hanya memakai garam murni. Untuk beberapa masakan ditambah gula. Hasilnya memang kurang enak dibanding masakan Nene atau masakan mertua. Maklum saja, terasa kurang enak karena sejak kecil memang terbiasa dengan masakan yang memakai MSG.
Padahal saya sendiri tahu bahayanya mengkonsumsi MSG secara berlebihan, salah satunya sih katanya membuat orang menjadi bodoh. Hmmm… benar tidak ya? Yang jelas, sekarang saya mulai sering pikun… hihihi.
Ketika mengkonsumsi MSG secara berlebihan, perut saya sering terasa mual, kepala juga terasa pusing.
Lain lagi dengan cerita salah seorang teman di grup yang sudah jelas-jelas mempunyai alergi, termasuk alergi MSG. Saat beliau mengkonsumsi masakan yang mengandung MSG, beberapa bagian tubuhnya menderita gatal-gatal. Gatalnya bisa sampai seminggu katanya, padahal makanan yang masuk ke perutnya itu hanya sedikit.
Sementara Aldebaran, si bungsu juga punya alergi. Alergi terhadap MSG sih belum terlihat, hanya saja ketika Aldebaran mengkonsumsi seafood, sekujur tubuhnya langsung dipenuhi kaligata. Daripada terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, bukankah lebih baik mencegah kemungkinan terjadinya alergi MSG itu menyerang Aldebaran? Kan kasihan juga kalau Aldebaran sampai gatal-gatal hanya gara-gara emaknya teledor memberi MSG di masakan yang disantapnya.
Godaan untuk memberi MSG di setiap masakan memang kadang tidak bisa ditolak. Apalagi ketika kebetulan jajan di luar dan entah kenapa masakan orang lain koq rasanya jauh lebih enak ya? Sementara saat mencoba resep yang sama, rasanya tidak sesuai harapan. Anak-anak malah kurang lahap makannya.
Terus gimana donk mensiasati masakan agar tetap terasa enak meski tanpa MSG? Seorang teman di grup kemarin membahas pembuatan kaldu sendiri. Sebenarnya ide untuk membuat kaldu sendiri sudah pernah saya lakukan, duluuu sekali.
Sayangnya, membuat kaldu itu tidak cukup dengan sepotong dua potong daging ayam atau sapi. Sementara di keluarga saya, jarang yang suka makan daging ayam. Apalagi suami saya, wah… kalau hanya ada ayam goreng di meja makan, sepertinya beliau memilih makan sama garam saja heuheuheu…
Daging sapi? Hanya sesekali saja kami menyantap daging sapi. Suami dan anak-anak lebih memilih ikan dibanding daging-dagingan.
Jadi kalau hanya perlu kaldu untuk membuat tumisan terasa enak misalnya, rasanya ya sayang saja kalau harus membuat kaldu sendiri. Untungnya sekarang ada kaldu non msg yang banyak dijual di pasaran.
Jadi saya masih bisa membuat masakan enak tanpa khawatir anak-anak terkena alergi MSG atau malah jadi cepat pikun seperti saya… dan yang penting sih, tidak perlu jajan di luar untuk bisa makan enak… haha… antara irit dan pelit memang beda tipis :)))