Cerita sebelumnya bisa dibaca di sini…
Segera saya memberi komentar di postingan Mami Ubii, bahwa saya juga mendapatkan email dari panitia untuk hadir di acara penyerahan hadiah Anugerah Jurnalistik Aqua IV, 23 Oktober 2014 di Erasmus Huis Jakarta.
Penyerahan hadiah? Menang gitu? Ah, beberapa lomba (yang tidak saya ikuti) kemarin ada juga yang mengundang banyak nominator dan tidak semua yang diundang menang. Jangan geer dulu…
Sore itu saya tidak berhenti tersenyum. Lebay ya…
Berulang kali email dari panitia saya buka dan baca. Di email itu tertulis bahwa saya harus menghubungi Mbak Ika. Tapi saya tidak segera menghubungi Mbak Ika. Sampai Mami Ubii mengirim pesan di fb, saya belum juga menghubungi Mbak Ika.
3 hari sesudah menerima email, barulah saya mengirim pesan ke Mbak Ika via whatsapp. Sayangnya, jawaban Mbak Ika pendek-pendek. Membuat saya enggan dan sungkan menghubungi Mbak Ika lebih banyak.
Selanjutnya berbagai informasi saya dapatkan dari Mami Ubii. Termasuk urusan harus membuat cerita di balik karya plus foto yang harus dikumpulkan maksimal tanggal 10 untuk dijadikan buklet, dresscode, sampai urusan bahwa yang diundang adalah pemenang.
Hah? Menang? Alhamdulillah. Jadi nih ke Paris… #eh
Terakhir Mami Ubii mengabarkan kalau transportasi dari Yogya ke Jakarta ditanggung panitia. Sementara saya? Jangankan soal transportasi, cerita di balik karya saja saya tidak diberi tahu tuh… hiks.
Saya yang tadinya semangat mendadak jadi galau. Bagaimana tidak? Mami Ubii mendapatkan banyak informasi dari Mbak Ika, sementara saya kalau bertanya dijawab seperlunya saja.
“Ini benar gak sih kalau saya diundang jadi nominator? Ah, semakin yakin deh kalau Mami Ubii yang dapet juara satu”, begitu pikir saya.
Ya, siapa pun yang membaca tulisan Mami Ubii tentang air ini pasti setuju, kalau Mami Ubii layak jadi juara. Saya sendiri harus bersyukur sudah bisa masuk nominasi. Alhamdulillah.
Tanggal 9, saya baru menanyakan soal “Cerita di balik karya” ini ke Mbak Ika. Dan Mbak Ika bilang, “belum saya kasih tau ya?” ehuehuheu… Untung saya ini penganut deadliner sejati. Jadi ya tidak masalah saat baru diberitahu Mbak Ika sehari menjelang deadline.
Tanggal 10 sore barulah saya membuat “Cerita di balik karya” yang diminta, itu pun lupa tidak sekalian dengan fotonya. Duh…
H-3 Mbak Ika baru menanyakan foto yang diminta. Karena tidak punya stok foto sendiri selain selfie, akhirnya saya kirim pas foto. Sepertinya tidak lucu sekali kalau foto selfie mejeng di buklet. Tapi, pas foto lebih gak lucu lagi… -_-
Saya pun kembali menanyakan, wajibkah saya datang ke Erasmus Huis? Jawaban Mbak Ika cukup jelas, “Wajib mbak”. Titik. Udah gitu aja.
H-1 saya masih juga kebingungan soal transportasi, akhirnya nekat melelang salah satu hadiah lomba ke teman di Cikarang. Maksudnya pulang dari Erasmus mau mampir ke Cikarang, antar barang lelangan, uangnya buat bayar bensin dan sopir. Tadinya sih mau sekalian menagih hadiah lomba beberapa bulan yang lalu ke Serpong, tapi panitia yang ini menghindar terus. Jadi ya sudah… berharap punya ongkos dari hasil lelangan saja deh.
Hari H pun tiba. Alarm lupa dinyalakan! Bangun sedikit kesiangan. Ditambah riweuh bangunin krucils yang biasanya bangun siang, berangkat dari rumah mundur setengah jam dari yang direncanakan. Ini pun yang bungsu malah tidak mandi sama sekali. Sepanjang jalan terus berdoa agar tidak terjebak macet. Menuju Jakarta, dari Bandung jam 7, sepertinya rawan macet. Alhamdulillah… jalanan lancar. Meski pakai GPS, tetap saja sampai Jakarta bingung keluar dari tol mana. Lebih aman tanya yang hafal Jakarta.
Sukses keluar tol Cawang dan sampai di Rasuna Said, kami menepi di sebuah gedung. Berdasarkan petunjuk GPS dan google maps, gedung tempat kami berhenti inilah yang disebut Erasmus Huis. tapi ternyata, satpam gedung bilang “Erasmus Huis udah kelewat Bu!”.
Ternyata benar kata Ghiri, meski sama-sama GPS, tapi jauh lebih tepat Ghiri Positioning System. Haghaghag… Makasih ya Ghir, besek menanti 😛
Halah… kami pun memutari jalan, dan akhirnya ketemu sama Erasmus Huis tepat jam 10. Kedutaan Belanda! Dulu pernah hampir mampir ke sini demi mengejar mimpi, tapi tidak jadi. Sekarang mampir beneran!!!
Sampai di gerbang, di belakang sudah antre kendaraan lain yang mau lewat dan semuanya membunyikan klakson. Harap maklum, jalanan di depan Erasmus Huis hanya cukup untuk satu kendaraan. Repot menggiring krucils turun dari mobil buru-buru. Si bungsu sandalnya tertinggal, saya pun hanya membawa satu tas. Suami dan sopir juga buru-buru meninggalkan kami bertiga di gerbang.
“Masuk duluan aja, cari tempat parkir dulu”, kata suami.
Saya dan anak-anak melewati gerbang pemeriksaan dan disuruh masuk ke bagian kanan gedung. 5 menit, 10 menit, suami tidak kunjung datang. Saya pun mengirim BBM, “masih lama? bawain sandal Ade ya”.
Suami bilang masih cari tempat parkir. Selang 2 menit, eh baru sadar kalau kamera ada di tas yang satunya lagi. Di tas yang saya bawa hanya ada laptop dan lensa cadangan. Segera saya BBM suami, tak kunjung ada balasan, dibaca pun tidak hehehe…
Saat saya telepon meminta dibawakan kamera katanya tanggung sudah jalan kaki, dan tempat parkirnya jauh dari Erasmus Huis. “Kenapa dicicil sih? Ini udah jalan“, tegur suami ^_^
Di bawah celingukan cari Mami Ubii… Eh, ternyata Mami Ubii baru datang, berdua dengan temannya. Karena Mami Ubii mau langsung pulang ke Yogya hari itu juga dan bawa tas besar, setelah cipika cipiki Mami Ubii segera mencari panitia untuk menitipkan tasnya. Sementara saya was-was tunggu suami.
Akhirnya suami sampai juga di Erasmus Huis… plus sandal si bungsu tentunya hehehe
Masih to be continued aja. #merengut.
Bacanya sambil deg degan, ga dapat klimaks juga. ahai… gemes jadinya.
haduuh bacanya jadi ikut cape #ngosngosanyeuh
selamat ya mbak menang Aqua, kemarin tau nama mbak orin dari mama ubi 🙂
waduh coba kalau saya tau teh Orin tanggal 23 Oktober 2014 di Erasmus Huis Jakarta, saya samperin… mau minta besek hehehe
Waah selamat ya mak.Lima belas juta gitu looh.Bagiii doonk
Berlanjut ke part 3 nih tampaknya….
Ah.. Yg pentingkan uda menang, selamat..
Hiks.. Bacanya ampe terharuuu :’) betapa besar perjuangan mu nak.. 🙂
Heuheu, Mak Rinrin, masih inget aja deh tentang lack of information dan transport yg ngga ditanggung. Mungkin dikiranya dekat dg Jakarta yah. Mba Ika juga pasti ribet handle peserta lain, pan ada 17 orang ^^ Itu aku dapet banyak info bukan krn Mba Ika yg rajin update-in, tapi krn aku selalu nanya, nanya, dan nanya lagi ^^ Tiap abis dapet info juga pasti aku share ke dirimuh, termasuk pembuatan cerita di balik karya itu di hari yg sama langsung aku infoin ^^ Kata orang, kita ingat yg baik-baik saja, Mak. Pan, udah berkah banget ini hadiah juara 1 nya. Biaya transport ketutup banget dong ^^
Selamat yaaaa :* Tulisannya emang keren kok, sangat amat layak jadi juwarak ^^
hehehe berasa bgt hectic momentnya mak 🙂