Halodo sataun lantis ku hujan sapoé…
Ada yang pernah mendengar pepatah/paribasa di atas? Kalau diartikan per kata, paribasa ini memiliki arti sebagai berikut
halodo = kemarau
sataun = setahun / satu tahun
lantis = habis terhapus
ku = oleh
hujan = hujan
sapoé = sehari / satu hari
Musim kemarau yang sangat panjang memang bisa hilang tak berbekas ketika hujan turun untuk pertama kalinya. Lantas orang pun lupa kalau setahun kemarin baru saja melalui musim kemarau.
Kalau ditilik maknanya, paribasa Sunda di atas kurang lebih memiliki arti kebaikan yang dilakukan selama bertahun-tahun, terhapus begitu saja karena satu kesalahan.
Lalu kenapa hujan sapoé dianalogikan sebagai sebuah kesalahan? Bukankah setelah musim kemarau yang berkepanjangan, orang-orang menjadi sangat merindukan hujan?
Ini mah pendapat saya… boleh kan saya berpendapat. Boleh lah ya, di blog saya sendiri ini. Kalo gak boleh nanti saya pundung gak mau ngeblog lagi hahaha
Dari beberapa penelitian, air hujan yang turun pertama kali setelah musim kemarau yang panjang tidak layak konsumsi, bahkan bisa berdampak buruk bagi kesehatan karena mengandung asam dan beberapa zat seperti belerang (sulfur).
Penjelasan ilmiahnya, nitrogen di udara bereaksi dengan oksigen membentuk sulfur dioksida dan nitrogen oksida.
Menurut Dosen Ahli Tanah Universitas Sriwijaya, Andi Wijaya, beberapa zat-zat itu berdifusi ke atmosfer dan bereaksi dengan air, lalu membentuk asam sulfat dan asam nitrat yang mudah larut sehingga jatuh bersama air hujan.
Kemudian air hujan yang asam tersebut akan meningkatkan kadar keasaman tanah, dan air permukaan yang terbukti berbahaya bagi kehidupan. Hujan asam dengan kadar keasaman tinggi bisa menyebabkan gangguan pernapasan pada manusia
Ah, ya… saya jadi ingat pesan Nene ketika saya masih kecil dulu. Kalau saya terpaksa kehujanan di saat hujan turun untuk pertama kalinya, Nene seringkali mewanti-wanti saya untuk segera mandi dan keramas dengan air hangat.
“Bisi gering”, pesan Nene.
Begitu lah, hujan yang hanya sapoé setelah halodo mangtaun-taun itu memang seringkali membuat sakit.
Padahal ketika kita melakukan kesalahan, dan hanya kesalahan itu yang diingat oleh orang, sementara kebaikan kita selama bertahun-tahun dilupakan, itu tentu rasanya juga sakit.
Ada yang pernah merasa begitu? Saya sering. Dan mungkin saya sendiri yang ada di dalam posisi mengabaikan dan melupakan kebaikan orang lain, kemudian saya malah mengingat-ngingat kesalahan mereka. Tapi kalau saya yang melakukan kebaikan sih, kayaknya jarang-jarang tuh. Makanya orang gak bakal ingat… yang diingat salahnya terussss hihi…
Jadi harus bagaimana donk? Yaaa… kalaupun orang lain melakukan kesalahan, maafkan saja tanpa harus diungkit-ungkit terus apa kesalahannya. Apalagi kalau sampai memutus silaturahim. Padahal kalau saja mau sedikit meluangkan waktu mengingat-ngingat, kebaikannya pasti jauh lebih banyak. Gak mungkin juga orang terus menerus melakukan kesalahan… mun ceuk paribasa Sunda téa mah, hujan gé aya raatna…
.
Ya, saya juga sering gitu. Inget terus kesalahan orang walopun cuma sekali. Tapi kebaikannya yang mungkin sangat banyak, sering lupa. Untungnya suka nanya sama diri sendiri. Apa saya gitu juga di mata orang lain? Jadi weh, biasanya, saya nyoba lupain kesalahan orang lain. Dan diinget-inget lagi kebaikannya. Belajar terus untuk ilmu yang satu ini mah.
Dan tubuh yang mengandung banyak asam itu ternyata tidak baik memang dalam segi medis mah . Jadi benar kalau abis kehujanan pertama turun itu cepet mandi aja. Maksudnya saya mah biar bersih aja sih hahaha
Saya percaya dengan kata-kata ini “Kalo Tuhan Maha Pemaaf, Kenapa Kita sebagai Hambanya tidak bisa memaafkan”
Bener g?