Kalau dihitung-hitung, sejak lahir 3 tahun 6 bulan yang lalu sampai sekarang, baru beberapa kali saja Ade dipotong rambut.
Yang pertama cukuran sekalian akikah, kemudian saya gunduli sendiri. Gampang koq. Ade digunduli sambil saya susui. Perlu waktu 2 hari untuk membuat kepala Ade plontos bersih. Maklum, baru juga selesai seperempat bagian, saya sudah ingin menyusul Ade tidur dengan lelap.
Sayangnya, setelah kepala Ade digunduli itu rambutnya hanya tumbuh sedikit. Selama berbulan-bulan tidak ada pertumbuhan yang signifikan. Tipis, nyaris botak. Tapi saya pikir, biarkan saja lah. Toh nanti juga kalau sudah besar, mau tidak mau Ade harus rajin dicukur. Itulah alasannya, kenapa Ade jarang diajak ke tukang cukur.
Lain halnya dengan Teteh dan Ceuceu. Sejak lahir sampai umur setahun saja sudah 2-3 kali mereka dibotakin. Padahal waktu lahir rambut Ceuceu dan Teteh sangat bagus. Hanya saja ketika Ceuceu dan Teteh masih belum bisa tengkurap dan hanya bisa telentang, kepala bagian belakang mereka botak setengah haha
Sampai sekarang Ceuceu dan Teteh malah hobi sekali dipotong rambut. Bisa sebulan sekali mereka meminta saya memotong poni yang mulai menutup mata. Bagian belakang hanya perlu dirapihkan sedikit.
Dulu ketika pertama kali memotong rambut Ceuceu dan Teteh, saya mengandalkan jurus batok. Rambut Ceuceu dan teteh saya potong seperti menggunakan cetakan baskom. Anehnya mereka malah senang saja dipotong seperti itu. Mirip Dora katanya hahaha
Tinggal Ade nih, karena tidak dibiasakan dipotong rambut, sampai sekarang Ade menolak saya ajak ke tukang cukur. Sampai-sampai bapaknya sengaja membeli alat cukur rambut agar Ade bisa dicukur di rumah.
Sekali berhasil, tapi tidak bertahan lama. Ade hanya bisa diam sepuluh menit. Selanjutnya Ade malah kabur entah kemana. Akhirnya saya pun harus membawa Ade ke tukang cukur untuk merapihkan rambutnya yang baru terpotong setengah 😀
Bukan hal yang mudah mengajak Ade ke tukang cukur. Karena tukang cukur adalah orang asing bagi Ade. Ditambah lagi tukang cukur itu memegang gunting. Sontak Ade pun menangis keras. “Alamak, tukang cukur mau potong aku!”, begitu mungkin pikir Ade.
Keesokan harinya, baru Ade mau diajak ke tukang cukur. Itu pun perlu usaha yang keras dan bujukan dari banyak orang, termasuk bapaknya.
Dari pengalaman membawa Ade ke tukang cukur, ada beberapa tips yang barangkali bisa juga diterapkan…
Yang pertama, balita cenderung meniru apa yang dilakukan orang terdekatnya, terutama orang tua. Karena itu saya mengajak suami turut serta membawa Ade ke tukang cukur. Bapaknya yang baru minggu kemarin dicukur terpaksa kembali dicukur, demi memberi contoh bahwa dicukur itu menyenangkan dan tidak berakibat apa-apa hihi..
Yang kedua, menanamkan pendapat bahwa anak yang mau dicukur itu pintar. Bahkan derajat ketampanan anak setelah dicukur akan meningkat 99%. Setelah dicukur Ade pasti jadi ganteng maksimal. Sekarang kalau rambutnya sudah agak panjang, saya tinggal membujuk… “de, Ade udah gak ganteng ih, ke tukang cukur yuk?”
Tak perlu waktu lama, Ade pun langsung mengangguk mengiyakan sambil bilang, “biar ganteng maksimal ya, mah?”
Yang ketiga, pilih tukang cukur yang terlihat menyukai anak-anak. Jangan pilih tukang cukur yang kasar memegang kepala anak. Alih-alih suka dicukur, anak malah ketakutan kepalanya beneran digunting sama tukang cukur hihi
Usahakan dampingi anak saat dicukur, ajak pula anak mengobrol sambil diselingi pujian.. “tuh kan… baru setengah aja udah ganteng, apalagi kalau sampai selesai… ganteng maksimal banget deh”
Lihat juga antriannya. Kalau lama, lebih baik pulang saja dan kembali lain kali. Karena antrian yang terlalu panjang bisa membuat anak keburu bosan dan semangat untuk dicukurnya malah menguap kemana saja.
Yang terakhir, beri sedikit hadiah ketika balita kita sudah menunjukkan keberaniannya dicukur. Tapi gak perlu yang mahal-mahal ya… Masa iya dicukur cuma 8 ribu tapi hadiahnya sampai 50 ribu? 😀
Yuk, maksimalkan kegantengan anak kita dengan berkunjung ke tukang cukur 😀