Rempah-rempah, Komoditas Potensial Industri Pertanian Indonesia – Salah satu cita-cita yang ingin saya jalani ketika kelak sudah menua adalah menjadi James Bond.
Hah??? Gak salah, bu? Memangnya ibu sekeren apa koq bisa punya cita-cita jadi James Bond???
Eits… jangan nyolot dulu. James Bond yang saya cita-citakan bukanlah James Bond Agen 007. Saya hanya penggemar film-filmnya James Bond. Sayang, novelnya belum pernah baca sama sekali huhu
Lalu James Bond seperti apa yang saya maksud? James Bond yang saya maksud adalah Jaga Mesjid, Urus Kebon.
Selesai Shubuh di masjid, saya akan mampir ke kebun. Dhuha di langgar yang ada di kebun, kemudian menunggu waktu Dzhuhur tiba sambil merawat tanaman yang ada di kebun. Syukur-syukur kalau hasil kebunnya bisa buat umroh setahun sekali hehe… Aamiinnnn.
Menjalani masa tua seperti itu nampaknya damai sekali ya? Pastinya gak kalah keren sama James Bond yang di film-film.
Agar hasil kebunnya bisa bermanfaat dan menghasilkan, tentu saja ada banyak yang harus saya pelajari sebelum benar-benar terjun ke Industri pertanian. Salah satunya adalah mempelajari komoditas apa yang sedang berkembang saat ini.
O ya, teman-teman sudah tahu belum kalau tahun ini pemerintah melalui Kementerian Pertanian akan memfokuskan pada pengembangan 4 komoditas pertanian? Kira-kira komoditas apa saja ya?
Jadi, komoditas yang akan dikembangkan ini adalah rempah-rempah, gula, bawang putih, dan kedelai. Bagi Kementan, keempat komoditas ini merupakan komoditas kunci yang akan membuat komoditas strategis lainnya ikut berkembang.
Kenapa rempah-rempah? Tahu donk kalau Indonesia di mata dunia terkenal dengan kekayaan rempah-rempahnya.
Bahkan ada beberapa rempah-rempah yang harganya termasuk termahal di dunia.
Misalnya saja kapulaga yang harganya di pasar internasional mencapai Rp 879.516 per kilogram per Juli 2017. Kapulaga berasal dari Guatemala dan India barat daya. Selain untuk meningkatkan citarasa pada makanan, kapulaga juga banyak digunakan sebagai aromaterapi yang berfungsi untuk menghilangkan stress.
Rempah lain yang harganya cukup mahal dan banyak dibudidayakan di Indonesia adalah cengkih. Kepulauan Maluku menjadi sumber utama cengkih. Di desa tempat saya tinggal juga banyak kebun cengkih. Saat musim panen tiba, halaman-halaman rumah sampai ke jalan dipenuhi oleh terpal berisi cengkih yang sedang dikeringkan. Ibu-ibu yang tadinya tidak memiliki pekerjaan, saat musim panen cengkih tiba banyak yang menjadi pemulung cengkih dadakan. Hasilnya lumayan banget lho.
Di pasar internasional, harga cengkih mencapai Rp 293.172 per kilogram (harga per Juli 2017). Selain digunakan untuk bumbu dan parfum, cengkih juga banyak digunakan sebagai antiseptik dan analgesik alami, memiliki kandungan anti oksidan dan bisa menurunkan gula darah.
Rempah lain yang berasal dari Indonesia dan memiliki harga cukup tinggi di pasar internasional dalah kayu manis. Harga kayu manis di pasar internasional berkisar Rp 175.903 per kilogram. Indonesia menjadi salah satu dari tiga negara produsen kayu manis besar di dunia.
Kayu manis biasanya dipakai untuk menambah cita rasa pada kue, bahkan kopi dan teh. Kayu manis juga banyak digunakan untuk parfum, aromaterapi, disinfektan serta pengobatan tradisional.
Selain itu ada kunyit yang mencapai harga Rp 87.950 per kilogram di pasar Internasional. Iya, kunyit yang seringkali dipakai sebagai bumbu di masakan itu harganya memang cukup mahal. Saya seringkali menanam kunyit sendiri di teras belakang rumah. Memang bukan untuk dijual sih… melainkan untuk keperluan saya sendiri. Jika kebetulan akan memasak ayam goreng kesukaan anak-anak dan kunyitnya sudah habis, saya tinggal menggali di teras belakang. Saya juga baru tahu kalau kunyit ini harga di pasar internasional cukup mahal. Jadi pengen punya kebun kunyit hihihi… mudah-mudahan gak perlu nunggu sampai menua ya.
Jadi, gimana? Ada yang punya cita-cita menjadi James Bond juga kah??? Tos dulu donk… tapi sebelumnya kenalan dulu ya
My name is Bond, James Bond. Jaga Mesjid, Urus Kebon