Ribut, seorang pria berusia 27 tahun yang berasal dari Solo nampak sedang menghaluskan sebuah kaki palsu yang dibuatnya di bengkel Kelompok Kreativitas Difabel di daerah Kiara Condong, Bandung.
Sekilas nampak tak ada yang istimewa pada sosok Ribut. Padahal, Ribut merupakan seorang difabel.
Ya, seperti yang terlihat pada foto di atas, Ribut Setiawan bekerja dengan sebelah tangan. Ribut terpaksa harus merelakan tangan kirinya sejak masih SMA karena salah penanganan pada luka patah tulangnya yang menyebabkan infeksi dan harus diamputasi. Karena kondisinya ini pula, Ribut sulit mencari pekerjaan.
Lima tahun yang lalu, Ribut mulai bergabung dengan KKD karena diajak salah satu pendirinya.
“Awalnya diajak teman, lalu tertarik daripada diam di rumah. Kalau di daerah saya ini cari kerja susah, pernah cari kerjaan di pabrik tapi ya susah. (Di sini) cuma ngelem, ngamplas, karena kalau pegang mesin bahaya“, ujar Ribut.
Laki-laki yang berada di sebelah Ribut pada foto di atas adalah Didin. Sama seperti Ribut, Didin pun merupakan seorang difabel. Laki-laki asal Banjarnegara ini harus berjongkok ketika berjalan karena cedera di tulang ekor yang dialaminya sejak enam tahun lalu.
Didin bergabung dengan KKD sejak dua tahun lalu dan terlibat dalam pembuatan kaki dan tangan palsu.
“Senang, karena meski fisik kurang tapi saya masih bisa berbagi dengan orang. Bangga juga karena masih bisa kepake. Terus di samping itu membantu juga yang tadinya aktivitasnya kurang, yang tadinya tidak bisa bekerja, (jadi) bisa kerja. Jadi ada kesenangan tersendirilah,” kata Didin.
Selain bisa bekerja, Ribut dan Didin mengungkapkan kalau rekan-rekan di KKD juga membantu mereka menghilangkan rasa minder. Tak hanya itu, Ribut dan Didin pun ikut memberikan motivasi pada difabel lain.
“Bahagia karena bisa membantu sesama difabel. Kalau ada pasien ke sini dikasih motivasi biar nggak nge-down. Enak di sini orangnya enak-enak. Ada yang diemaja mba, nggak ngomong, terus dikasih motivasi oleh anak-anak, becanda. Ya akhirnya tumbuh semangat sedikit demi sedikit. Di sini dikasih motivasi tetapi ya gak tau di luar ya. Disuruh jangan minder, yang lebih parah ada tetapi dia tetap semangat”, ungkap Ribut.
Kelompok Kreativitas Difabel Bandung, Menyemai Asa Meski Fisik Tak Sempurna
Kelompok Kreativitas Difabel di Bandung didirikan oleh Anwar Permana (40 tahun), Indra Semedi, dan Iwan Ridwan serta Yusuf Suhara atau Jon, pada 2009 yang lalu. Boleh dibilang, KKD adalah pionir gerakan pemberdayaan penyandang difabel di Kota Bandung
Awalnya Anwar bertemu dengan Jon yang saat itu menjadi sales tangan tiruan di Jakarta. Setelah pertemuan awal dengan Jon itu mereka bertemu kembali pada tahun 2010, dan sepakat mendirikan Kelompok Kreatifitas Difabel (KKD) dengan tujuan memberdayakan penyandang difabel. Selain Anwar dan Jon, ada dua pengurus lainnya di KKD yaitu Indra Semedi sebagai kepala produksi dan Iwan Ridwan sebagai bendahara.
Iwan dan Indra pun merupakan penyandang difabel. Indra yang harus kehilangan kedua pasang kakinya karena kecelakaan kereta api sempat mengalami kesulitan mencari pekerjaan.
Ide pembuatan kaki dan tangan palsu ini tercetus karena mahalnya alat bantu bagi difabel di pasaran. Harga yang ditawarkan merk dagang terkenal bisa mencapai Rp 10 juta hingga Rp 50 juta per unit.
Selama satu tahun KKD melakukan percobaan dengan membuat kaki dan tangan palsu menggunakan berbagai bahan yang harganya terjangkau.
“Pertama itu kita coba-coba dari bahan PVC. Bahan dari PVC itu kendalanya mudah pecah, dingin, kalau udah retak udah (tidak bisa diperbaiki). Setelah itu pake aluminium. Kita bukannya nggak mau niru kayak bahan pabrikan itu karena (menggunakan bahan baku) nylon dan fiber, (tetapi) dari lingkungan kita itu yang membutuhkan tangan dan kaki palsu itu dari menengah ke bawah,” jelas Anwar.
Untuk membuat produknya, KKD juga membuat sendiri berbagai komponen, antara lain engsel dan bearing menggunakan bahan baku daur ulang, dari bekas menara.
Harga yang ditawarkan KKD untuk per unit tangan dan kaki palsu berkisar Rp 4 juta hingga Rp 8 juta, jauh di bawah rata-rata harga pada umumnya. Meski berharga murah dan beberapa komponen menggunakan bahan daur ulang, Anwar menjamin kualitas kaki dan tangan palsu produksi KKD tak kalah dengan produk buatan pabrik.
Anwar mengatakan, selain untuk mencari nafkah, produksi tangan dan kaki palsu ini juga untuk membantu difabel yang tidak mampu secara ekonomi guna mendapatkan kaki tiruan bantuan. Oleh karena itu, dalam menjual produknya, KKD menerapkan sistem subsidi silang.
“Dari KKD sendiri kita bikin subsidi silang ini. Dari setiap penjualan 3-4 keluar kaki, kita bisa menyisihkan satu kaki palsu. Karena dari banyak yang datang ke KKD sendiri bukannya beli, tapi pengen gratis,” jelas Anwar.
Sejak 2010 lalu, KKD telah membagikan lebih dari 200 kaki palsu bagi difabel yang membutuhkan. Bagaimanapun, menurut Anwar pemberian tangan ataupun kaki palsu gratis ini, tergantung dari banyaknya penjualan.
Kembangkan Sociopreneurship Bersama Astra
Saat ini ada 12 orang pekerja di Bengkel Kelompok Kreatifitas Difabel Bandung. Mereka tinggal mengontrak di daerah Jalan Babakan SAri II, Kiaracondong, Bandung. Beberapa karung beras terlihat menumpuk di bengkel kreativitas Komunitas Kreatif Difabel (KKD).
Beras-beras ini bukanlah bantuan untuk para penyandang difabel di KKD, melainkan usaha kecil anggota KKD untuk menambah nafkah dan modal membuat kaki palsu.
PT Astra Honda Motor (AHM), salah satu anak perusahaan PT Astra Internasional, mengembangkan sociopreneurship untuk kelompok difabel melalui program Mitra Satu Hati.
Program ini diimplementasikan dengan memberikan bantuan modal dan pelatihan untuk Kelompok Kreatifitas Difabel Bandung (KKDB), Jawa Barat.
Konsep sociopreneurship dalam program Mitra Satu Hati ini dikembangkan dengan mengajari KKDB mengelola sebuah usaha. Keuntungan dari usaha ini digunakan oleh anggota KKDB yang memiliki keahlian memproduksi kaki palsu untuk membantu difable yang ingin memiliki kaki palsu secara gratis.
Program Mitra Satu Hati digulirkan dengan memberikan modal awal usaha untuk KKDB senilai Rp 47 juta. Dana ini dimanfaatkan untuk sewa tempat penjualan, pembelian beras dari petani, dan pembelian perlengkapan pendukung transaksi jual beli.
Pencanangan program ini dilakukan pertama kali di Bandung, Jawa Barat pada awal Juni 2016 dengan menggandeng Sinergi Foundation (SF).
Tak hanya berupa modal kerja, melalui pogram Mitra Satu Hati, anggota KKDB mendapatkan pelatihan teknik manajerial, pengelolaan keuangan, serta teknik dasar pemasaran dan bantuan finansial atau modal usaha. Praktek wirausaha dilakukan dengan menjual beras yang diproduksi langsung petani binaan SF di Subang dan Cigalontang Tasikmalaya, Jawa Barat sehingga rantai distribusi lebih pendek dan harga jual beras menjadi lebih kompetitif.
Selanjutnya, sebagian keuntungan akan digunakan sebagai dana pembuatan kaki palsu untuk didonasikan untuk difable lainnya.
Di papan nama KKD terpampang tulisan “50% dari penjualan beras disumbangkan untuk pembuatan kaki palsu”.
Setiap pasang kaki palsu yang diproduksi sendiri oleh anggota KKDB membutuhkan dana sekitar Rp 3-6 juta. Diharapkan dalam kurun 3 bulan, mereka dapat mulai menghasilkan sepasang kaki palsu secara gratis untuk penyandang difable lain.
Deputy Head of Corporate Communication AHM Ahmad Muhibbuddin mengatakan komitmen untuk membantu orang lain melalui pembuatan kaki palsu dari KKDB merupakan modal utama dalam implementasi socioenterpreunership.
Karena itu, program Mitra Satu Hati ini dapat menjadi jembatan yang mengantarkan mereka mewujudkan keinginannya melalui pengelolaan sebuah usaha secara profesional. Tak hanya itu, program kemitraan ini memiliki multiplier effects. Yang pertama adalah meningkatnya kesejahteraan para mitra KKD. Kedua, adanya penambahan modal bisnis untuk mereka. Ketiga, sebagian keuntungannya digunakan untuk program sosial kemasyarakatan, yaitu pemberian kaki palsu bagi yang membutuhkan.
ini bukan kali pertama CSR PT AHM membuat program untuk kaum disabilitas. Sebelumnya, mereka sempat membantu civitas difabel di kampus UIN Yogyakarta. Atas kegiatan pemberdayaan sosial di Bandung kali ini, katanya, bisa memperluas kesempatan CSR PT AHM untuk memfasilitasi potensi kaum difabel sebaik mungkin
Melalui program Mitra Satu Hati yang digelar oleh PT AHM, Ribut, Didin, dan para pekerja di bengkel KKD bisa menebar asa dan harapan untuk penyandang difable yang mengalami kendala mendapatkan kaki atau tangan palsu. Kini mereka tak lagi hanya diam merenungi nasib dan keadaan, tapi juga bisa bekerja dan berkarya.