Pertengahan April yang lalu, karena harus mengikuti acara komunitas, saya dan anak-anak berkunjung ke Jogjakarta. Yaaaayyy… Jogja!!! Senang tentu saja. Karena Jogja memang kota yang selalu saya rindukan, selain Bandung, Garut dan Dili. Iya, memang hanya empat kota itu yang sempat saya singgahi lebih dari dua hari haha. Tadinya sih karena jadwal ujian praktik yang belum pasti, rencananya saya berangkat lebih dulu dan Ceuceu menyusul pakai pesawat dari Bandung. Sempat hunting tiket pesawat murah juga dan mengatur jadwal keberangkatan Ceuceu dari Subang. Kemarin saya cari dan pesan tiket lewat Indonesia Flight, lebih mudah, murah dan yang penting… banyak promonya.
Sayangnya gak jadi sih, soalnya jadwal ujian praktiknya diundur hihi…
Meski senang karena akhirnya bisa kembali pulang ke kotamu… eh, kembali berkunjung ke Jogja, tapi tidak banyak acara di luar acara komunitas yang bisa saya rencanakan. Maklum, acara komunitasnya padat sekali. Ya.. yang penting mah bisa ke Jogja deh.
Hari pertama kedatangan ke Jogja, kami hanya menghabiskan malam di Malioboro dan Alun-alun Kidul. Suasananya benar-benar berbeda dengan suasana 17 tahun yang lalu. Terakhir ke Joga memang di tahun 2000 bersama teman-teman kuliah. Alun-alun Kidul yang dulu hanya diisi beberapa pedagang kaki lima yang menjual sate dan wedang ronde, kini penuh dengan odong-odong.
Malioboro padat seperti biasa, apalagi ini long weekend. Ramai kaki lima, menjajakan sajian khas berselera, orang duduk bersila. Musisi jalanan mulai beraksi, seiring laraku kehilanganmu…. *laah… malah nyanyi hihihi
Hari kedua di Jogja, ada beberapa acara komunitas yang terpaksa dibatalkan mengingat cuaca yang panas dan kurang bersahabat bagi anak-anak. Sementara acaranya sendiri memang kebanyakan di luar ruangan. Sebagai gantinya, beberapa teman komunitas memilih berkeliling Malioboro sambil hunting oleh-oleh. Saya dan teman-teman yang lain menunggu di Museum Benteng Vredeburg.
Penasaran juga, seperti apa sih Museum Benteng Vredeburg ini? Karena meski sudah berkali-kali ke Jogja, saya belum pernah masuk ke Museum ini.
Sebelum memasuki gerbang, ada halaman parkir yang harus dilewati terlebih dahulu. Selanjutnya ada jembatan yang melewati parit yang katanya sih dahulu dibuat sebagai benteng pertahanan terluar. Dahulu jembatan ini merupakan jembatan gantung yang bisa naik/turun. Namanya juga benteng, pintu gerbangnya biasanya dibuat sulit dijangkau oleh musuh. Namun karena perkembangan jaman, jembatan ini berubah menjadi sebentuk jembatan permanen seperti sekarang ini.
Aliran air di parit ini bersih, nampak beberapa ikan yang muncul ke permukaan. Malah ada juga yang sedang asyik konsentrasi memancing ikan di tepi parit.
Dari jembatan ini pula kita bisa melihat Monumen Serangan Oemoem 1 Maret 1949 yang berada di luar pagar Museum. Monumen ini juga merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Museum Benteng Vredeburg. Di hari-hari tertentu, Monumen ini juga sering dipakai untuk pertunjukan karya seni.
Memasuki gerbang Museum Benteng Vredeburg, ada tempat pembelian tiket. Jangan khawatir, yang namanya Museum, dimana-mana tiketnya murah. Cukup mengeluarkan uang Rp. 3.000,-/orang dewasa dan Rp. 2.000,-/ per orang untuk anak-anak, kita sudah bisa menjelajahi sejarah perjuangan pahlawan Indonesia di Museum Benteng Vredeburg.
Dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1765, benteng berbentuk segi empat ini menempati area seluas kurang-lebih 2,5 hektar. Terdapat bangunan yang merupakan ciri khas sebuah benteng berupa menara pengawas (bastion) di keempat sudutnya, Jayawisesa (sudut barat laut), Jayapurusa (sudut timur laut), Jayaprakosaningprang (sudut barat daya) dan Jayaprayitna (sudut tenggara).
Dalam kesehariannya Benteng Vredeburg kini berfungsi sebagai museum. Di dalamnya ada banyak benda-benda sejarah, lukisan, foto-foto dan diorama kisah Kemerdekaan Republik Indonesia yang terjadi khususnya di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Di ruang diorama satu, kita bisa melihat peristiwa bersejarah mulai dari era Pangeran Diponegoro, Kongres Budi Utomo di Yogyakarta, berdirinya organisasi Muhammadiyah, berdirinya Tamansiswa, Kongres Perempuan Indonesia yang pertama, Kongres Jong Java, hingga awal mula masuknya Jepang di Yogyakarta.
Di ruang diorama dua, kita diajak berwisata sejarah ke peristiwa-peristiwa seputar proklamasi yang dimulai dengan diorama ketika Sultan Hamengkubowono IX memimpin rapat dalam rangka dukungan terhadap proklamasi, penurunan bendera Hinomaru dan pengibaran bendera merah putih di Gedung Cokan Kantai (Gedung Agung), peristiwa pengeboman Balai Mataram, gedung RRI dan Museum Sonobodoyo oleh tentara sekutu, pelucutan senjata tentara Jepang oleh polisi istimewa, pemuda, dan massa rakyat, berdirinya sekolah Militer Akademi di Yogyakarta, pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR, Kongres Pemuda di Yogyakarta, sejarah berdirinya Universitas Gadjah Mada, hingga masa pemindahan Ibukota Negara Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta
Sementara di ruang diorama tiga, kita bisa melihat peristiwa bersejarah, mulai dari perjanjian Renville, sampai ke kedaulatan RIS (Republik Indonesia Serikat).
Di ruang diorama empat, kita bisa melihat sejarah Indonesia pasca kemerdekaan, mulai dari Pemilu pertama Indonesia yang diselenggarakan di Yogyakarta, pertemuan Rencana Colombo tahun 1959, Seminar Nasional Pancasila I, pencanangan Trikora (Tri Komando Rakyat) sebagai upaya pembebasan Irian Barat, peristiwa Gerakan 30 September (G30S) PKI di Yogyakarta, sampai dengan momen penyamapaian amanat dari Presiden Soeharto tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) dalam rangka Dies Natalis Universitas Gadjah Mada tahun 1974.
Puas berkeliling dari ruangan ke ruangan yang ada di Museum Benteng Vredeburg, anak-anak memilih bermain sepeda dan becak yang ada di halaman Museum. Uang sewanya Rp. 15.000,-/15 menit. tapi nyatanya Mas yang menyewakan sepeda dan becak ini membiarkan kami bermain sepuasnya saja hihi
Sayangnya, karena waktu yang sangat terbatas, rencana bertemu beberapa orang teman blogger yang tinggal di Jogja terpaksa saya batalkan. Kemarin saya hanya bertemu si kembar, Sutopo dan Sutoro, di Museum Benteng Vredeburg. Itu pun beruntung masih sempat ngobrol sebentar karena saya harus kembali mengikuti acara komunitas.
Mudah-mudahan lain kali kalau dikasih kesempatan berkunjung kembali ke Jogjakarta, bisa bertemu dengan teman blogger yang lain. Kapan ke Jogja lagi? 17 tahun kemudian mungkin?
O ya, Museum Benteng Vredeburg ini mudah diakses koq. Berada di titik 0 kilometer, di ujung Jalan Malioboro, terletak di depan Gedung Agung dan Kraton Kesultanan Yogyakarta.
MUSEUM BENTENG VREDEBURG
Lokasi
Jl. Ahmad Yani No.6, Ngupasan, Gondomanan, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta 55122
Harga Tiket
- Dewasa : Rp. 3.000,-
- Anak-anak : Rp. 2.000,-
Jam Buka
- Selasa – Jumat : 08.00 – 16.00
- Sabtu – Minggu : 08.00 – 17.00
- Senin : TUTUP
Aduh, ke Jogja ya Teh. Saya dan keluarga udah berencana tapi ketunda mulu nih.
istri mah suka banget ma jogja secara moyangnya juga ada di sana.
Baru tahu ada Indonesia flight, boleh juga nih. Ke museum murah banget ya. Asyik banget pasti anak-anak bakal suka. Masuk ceklis!
saya beberapa kali ke jogja… selalu pengen balik lagi hehe. Iya mas, kemarin sempet nyari tiket di Indonesia Flight, tapi gak jadi beli sih.. wkwkwk
Itu Sutopo belum mandi kayaknya… 😆
kayaknya sih iya, itu baru selesai ikut acara NDay langsung digusur ke Malioboro wkwkwk
Belum pernah ke benteng… Pengen bgt jalan2 ke yogya
Jiaaah aku aja belum pernah ubek2 didalam, lebih sering numpang parkir atau ngedrop anak2 kalau ada kegiatan disana wkwkwkwk. Kapan2 deh ubek2 Vredeburg.
Jogja punya banyak museum yg bisa dikunjungi, mukai dari ujung utara ada ulen sentalu hingga selatan ada museum suharto. Kalo ada waktu luang bisa mbak dikunjungi juga…
Berkunjung ke Museum Benteng Vredeburg, kenapa tidak kopdar dengan saya juga. Kenapa hanya sama si kembar. Eh kira-kira masih ada kagak, anak muda yang mojok ? dulu saya sempat risik melihatnya.
wahhh ada fotoku hahaa , mkasih ya tehh