Rabu sore. Kamar sudah disiapkan. Dengan perasaan tidak menentu, saya pun masuk ke kamar diantar perawat dengan menggunakan kursi roda. Gak lama kemudian infusan mulai masuk. Suntikan kedua hari ini setelah di UGD diambil darah untuk periksa lab.
Suami pulang dulu, menyiapkan beberapa baju dan perlengkapan untuk menginap di klinik, sambil menitipkan anak-anak ke mertua dan adik ipar.
Perawat masuk ke kamar untuk memberi saya obat lambung. Kata perawat, nanti biar gak mual kalau disuntik obat antinyeri dan antibiotik. Obat lambungnya diminum? Oh gak donk. Disuntikkan juga ke selang infus. Gak terasa apa-apa.
Sekitar jam 3, saya diberi obat antinyeri dan antibiotik, dua-duanya disuntikkan ke selang infus. Rasanya? Tangan terasa sangat pegal dan perih. Suster juga menyiapkan 1 botol Metronidazole, antibiotik, menggantikan infusan sementara waktu.
“Jangan sampai kehabisan, ya bu! Nanti pijit bel saja, saya ke depan dulu”, pesan perawat sambil meninggalkan ruangan.
Jelang Isya, saya sudah kembali ditemani suami. Dengan keadaan kaki dibalut perban, tangan diinfus, dan badan terkapar di kasur, saya menyibak tirai dan memandang ke luar jendela sambil memikirkan anak-anak yang baru kali ini saya tinggal bermalam di luar.
Eh, pemandangannya bagus juga nih…. baru ngeh ada kolam pemancingan tepat di samping jendela kamar saya. Kalau sore pasti banyak bapak-bapak yang mancing. Besok nonton aaah…
Saya pun tertidur sampai jam 11 malam ada perawat lagi datang membawa 3 buah suntikan dan 1 botol Metronidazole. Pesan yang sama seperti tadi sore disampaikan perawat setelah menggantikan infusan dengan botol Metronidazole.
Sekarang saya paham, kenapa saya harus dirawat. Antibiotik semacam ini memang gak bakal terkejar kalau saya hanya dirawat di rumah.
Kamis pagi. Jam 5 shubuh, perawat datang menyuntikkan obat lambung. Ok. Kalau begitu saya harus siap-siap menahan rasa pegal dan perih akibat suntikan obat antinyeri dan antibiotik.
Jam 6, ada 1 perawat laki-laki, 1 perawat perempuan, dan Dokter Febri yang datang ke kamar dengan membawa beberapa perlengkapan seperti perban, dan lain-lain.
“Ibu, maaf ya, lukanya mau dibersihkan dulu”, ujar perawat laki-laki.
Mau tau rasanya betis yang penuh dengan nanah dipencet-pencet sekuat tenaga oleh perawat laki-laki? Pegal dan perih di tangan akibat disuntik antibiotik dan antinyeri lewat infusan mah gak ada apa-apanya. Kali ini saya sampai harus menangis tanpa suara di balik guling yang dipeluk dengan erat. Keringat membasahi sekujur tubuh karena menahan sakit. Belum pernah saya merasakan rasa sakit yang seperti ini.
Meski kain kasa steril yang dipakai untuk membersihkan nanah sudah habis berbungkus-bungkus, rupanya nanah di kaki masih banyak.
Dokter Febri juga menyampaikan pesan dari dokter bedah, Dokter Risman, kalau ada beberapa jahitan yang harus dibuka.
Subhanalloh, belum habis rasa nyeri akibat dipencet-pencet perawat laki-laki tadi, rupanya saya juga harus menahan nyeri saat beberapa jahitan dibuka. Total ada 4 jahitan yang dibuka, 2 jahitan bagian atas, dan 2 jahitan bagian bawah.
Penyiksaan ala PKI pun dimulai lagi. Perawat kembali berusaha mengeluarkan nanah dari kaki. Kali ini saya pasrah dan hanya bisa menangis tersedu-sedu. Tapi demi melihat saya yang sudah lemas menahan sakit, akhirnya perawat dan Dokter Febri merasa kasihan juga.
“Sakit ya, bu?”, tanya perawat dan Dokter Febri.
Hmmm… menurut ngana????
Upaya pembersihan luka pun dihentikan dan akan dilanjutkan sore nanti.
Saya berpesan ke suami yang harus ngantor, pokoknya jam 6 sudah harus ada lagi di Klinik, menemani saya menahan sakit dipencet-pencet hahaha
Obat antibiotik dan antinyeri baru diberikan jam 8 pagi, masih dengan rutinitas yang sama.
O ya, makanan di klinik lumayan enak. Rasanya gak terlalu rumah sakit lah, masih cocok dengan lidah saya. Ayam goreng dan ayam kecapnya rasanya malah sama persis dengan masakan Nene. Resepnya bisa dicontek dari kumpulan resep masakan dari ayam.
Nene, yang tadinya tidak saya beritahu kalau lukanya sampai dijahit, rupanya punya feeling kuat. Dari awal memang saya bilang kalau saya hanya kacugak.
Tapi sejak Rabu sore Nene bilang kalau beliau mau nengok saya ke rumah. Nene kembali mengirim pesan ketika sudah sampai di Ciater. Saya pun meminta Nene agar meneruskan perjalanan ke klinik. Melihat saya yang hanya bisa tiduran di kasur, dengan selang infus di tangan, Nene pun menangis.
Kamis sore. Setelah diberi obat antibiotik dan antinyeri, seorang perawat datang membawa peralatan untuk membersihkan luka. Tapi karena suami belum datang, saya meminta agar pembersihan lukanya nanti saja, tunggu sampai suami datang.
Perawat nampak kebingungan dan bertanya,”memangnya kenapa bu? Sakit?”
Beuh… teteh coba aja deh pas bisulan yang nanahnya dikit terus dipencet biar keluar… -_-
Akhirnya luka pun baru dibersihkan setelah maghrib. Gak terlalu sakit seperti tadi pagi. Mungkin karena kali ini yang membersihkan lukanya perawat perempuan, tenaganya gak terlalu kuat seperti perawat laki-laki tadi pagi.
Jumat pagi. Setelah rutinitas penyuntikan obat, luka kembali dibersihkan. Suami sudah berangkat ngantor seperti biasa, agak pagi agar sore sudah bisa pulang lagi ke klinik.
Nanah sudah tidak terlalu banyak yang keluar. Saat dibersihkan juga sudah gak terlalu sakit. Tapi ternyata ada beberapa jahitan yang lepas dengan sendirinya. Saya sampai bisa lihat daging sampai ke dalam-dalamnya.
“Teh, itu apaan yang putih-putih?”, tanya saya ke perawat sambil menunjuk sesuatu yang berwarna putih di dalam daging.
“Owh, itu jaringan lemak, bu. Baru tumbuh lagi”, jawab perawat dengan santai.
Iiyyyy.. saya jadi merasa ngilu sendiri.
Visit dokter agak siang, kali ini Dokter Andri yang berkunjung dan luka saat itu sudah ditutup oleh perban. Setelah memeriksa dan menanyakan rekam medik saya ke perawat, dokter Andri bilang kalau nanti dokter bedahnya gak dateng, jahit ulangnya sama beliau saja. Yesss… bisa cepat pulang. Alhamdulillah.
Jumat malam. Dokter bedah yang janjinya mau datang siang ternyata datang jam 9. Datang ke kamar dibarengi perawat. Beliau meminta agar perban dibuka. Setelah melihat kondisi luka secara langsung, dokter menyodorkan pilihan yang sulit.
“Ibu, ini kan otot putus, pembuluh darah juga putus, terus sudah banyak jaringan yang mati. Jadi ini lukanya harus saya bersihkan pakai NaCl, terus pakai H2O2, digosok sampai bersih. Jaringan yang mati saya buang. Yang putusnya nanti saya sambung-sambung. Tapi nanti ibu dibius koq, jadi gak bakal kerasa apa-apa. Nama tindakannya Debridement. Jadi saya buat luka baru agar ibu lebih cepat sembuh. Kalau ibu mau, besok fix jam 10 kita operasi,” begitu penjelasan dokter panjang kali lebar.
Sadar kalau saya harus dioperasi, saya pun kembali menangis. Kali ini mikirin biayanya… uhuhuhuhuhu
Astaghfirullah,,bacanya aja ngilu banget, saya pernah mak di dibersihin nanah pake kain kassa sama NaCL dan di kompres pake itu, jadi setiap kain kassa kering ganti lagi yang baru kompres lagi pake NaCL dan itu pas kain kassa kering mau di cabbut itu sakiiiittttttt luarr biasa .
Yang sabar ya teh, insya allah dosa kita gugur setiap merasa sakit.
Ya Allah, kenapa kok bisa begitu Mba?
Semoga cepet sembuh ya, atau sekarang sudah sembuh Mba?
Ya Allah.. Semoga cepat pulih ya, Mbak. Bacanya aja ga kuat saya :'(
Action > Réaction > Sonotiun1)Actiol= Ont nous fait une grosse peur.2)Réaction= Nous leur demandons de réagir vite.3)Solution= Ils avaient déjà la soltion toute prête à être employé.Nous nous approchons à grand pas et dangereusement d'une société fasciste.
Interesting discussing, an individual’s content is usually well crafted, ok, i’ll practice a many things. I love design and style within the weblog along with reports. Do you can certainly still compose a superb content, to see every person, thank you very much just as before.
Awesome blog! Do you have any suggestions for aspiring writers?I’m hoping to start my own blog soon but I’m a little loston everything. Would you recommend starting with a free platform like WordPress or go for a paid option?There are so many choices out there that I’m totally confused .. Any tips? Bless you!