“Alhamdulillah, lebaran kali ini kita semua bisa berkumpul bersama”, ujar Nene, ibu saya.
Tak hanya sekali, berulang kali Nene mengucapkan hal yang sama dengan mata yang berbinar. Seolah apa yang Nene ucapkan tak cukup untuk mengungkapkan syukur dan bahagia yang Nene rasakan.
Betapa tidak, seperti lebaran tahun ini sebenarnya tahun kemarin kami juga berkumpul bersama. Hanya saja dalam kondisi yang berbeda.
Abah, ayah saya, dirawat di rumah sakit selama sebulan penuh sejak puasa baru saja dimulai. Dan ya, tahun kemarin kami pun berlebaran di rumah sakit.
Di hari kelima bulan puasa tahun kemarin Abah terserang stroke untuk yang keempat kalinya. Kali ini kolesterol yang menjadi penyebabnya. Di hari Abah terserang stroke, sebenarnya Abah sudah berada di kamar rumah sakit. Menunggu jadwal operasi hernia yang akan Abah jalani beberapa jam kemudian. tapi takdir berkata lain, sebelum operasi hernia berjalan, Abah malah terserang stroke. Padahal sejak stroke yang kedua, dokter sudah mewanti-wanti agar jangan sampai Abah mengalami stroke yang ketiga apalagi yang keempat.
“Jaga asupan makanan, olahraga ringan, jalan kaki aja tiap pagi. Jangan banyak pikiran, obatnya juga jangan ketinggalan”, begitu pesan dokter.
Masih saya ingat betul setiap momen ketika Abah terserang stroke. Bukan hanya stroke, tapi juga serangan jantung. Serangan jantung pertama dialami Abah di tahun 2010. Karena serangan jantung ini pula Abah sempat kehilangan denyut nadi selama beberapa menit.
Sejak itulah kondisi kesehatan Abah terus menurun. Dari 2010 sampai tahun kemarin Abah berulang kali masuk UGD dan dirawat di ruang NICU. Termasuk 3 kali pemasangan ring dan beberapa kali angiografi.
Semua itu tentu saja sangat menguras tenaga dan pikiran kami. Materi? Sudah tidak terhitung lagi. Apalagi kami memang tidak merencanakan keuangan dengan baik. Berpikir bahwa semua akan baik-baik saja tanpa sedia payung. Padahal hujan bisa kapan saja datang.
Ya… andai saja sejak dulu kami memiliki perlindungan yang tepat, bisa jadi keadaan seperti tahun kemarin, berlebaran di rumah sakit tidak akan pernah kami alami.
Memangnya perlindungan seperti apa yang harus kami miliki?
Perlindungan yang utama tentu saja menjalani pola hidup yang sehat. Andai dulu Abah tidak pernah mengenal rokok, serangan jantung yang pertama mungkin saja bisa dihindari. Andai sejak dulu Abah mau berolahraga secara rutin dan memakan makanan yang sehat dan bergizi, tentunya kolesterol Abah akan tetap terjaga sampai sekarang.
Andai sejak dini kami merencanakan keuangan dengan baik dan memilih perlindungan asuransi yang terbaik, bisa jadi meski Abah harus berkali-kali mengalami operasi jantung, kondisi keuangan keluarga tidak akan menjadi separah ini.
Tapi tidak baik juga berandai-andai. Abah bilang yang sudah terjadi dijadikan pelajaran saja. Bahwa sekarang, kami harus menjaga dan melindungi keluarga kami dengan baik.
Dengan keinginan yang kuat uuntuk bisa sembuh dari stroke, Abah pun mulai memperbaiki pola hidupnya.
Meski harus tertatih-tatih, setiap pagi mulai dari jam setengah 6 sampai jam 7, Abah selalu berolahraga dengan berjalan kaki keliling kompleks ditemani Nene. Tidak jauh memang, hanya saja dengan kondisi kaki kiri yang belum sepenuhnya sembuh, berjalan pun kaki kirinya agak diseret, Abah jadi tidak bisa berjalan dengan cepat.
Yang membuat saya terharu adalah sekarang Abah juga rutin berpuasa Senin-Kamis. Tak hanya itu, jika dulu Abah seringkali menunda-nunda waktu sholat, kini tak perlu menunggu adzan, Abah sudah duduk dengan rapi di atas sajadah. Ya, meski harus menahan diri agar tidak terguling saat akan bangun dari sujud, tapi itu tidak membuat Abah jadi putus asa.
Abah juga selalu mengingatkan kami agar menyisihkan sebagian penghasilan untuk perlindungan dan investasi di masa depan. Karena tidak ada yang tahu, apa yang akan terjadi kelak. Begitu Abah bilang.
Alhamdulillah, dengan memperbaiki hal-hal kecil seperti itu, lebaran kali ini jauh #lebihbaik dibanding tahun sebelumnya. Kondisi Abah pun sudah #lebihbaik. Tak henti-henti Abah bilang kalau lebaran kali ini Abahlah yang paling berbahagia.
Ketika satu per satu kami pamit untuk pulang ke rumah masing-masing setelah kumpul lebaran kemarin, Abah mengecup kening kami sambil mengucapkan terima kasih.
“Terima kasih karena sudah membuat Abah bahagia dengan berkumpul bersama seperti ini”, ujar Abah.
Ah, Abah… seharusnya kami yang berterima kasih kepada Abah. Meski dalam kondisi sakit seperti sekarang, ada banyak pelajaran yang Abah berikan agar hidup kami, anak-anak Abah bisa #lebihbaik lagi. Terima kasih Abah.
iya mbak bener…kumpul ama keluarga emang jd no.1….semoga mbak dan keluarga selalu dalam keadaan sehat wal’afiat…amieen