Bulan Ramadhan adalah bulan yang penuh berkah bagi umat muslim di seluruh dunia. Agar menjadi berkah, bulan Ramadhan tentunya harus dihidupkan dengan kekhusyuan beribadah, masjid/mushola/langgar ramai terisi jamaah yang melaksanakan sholat tarawih juga tadarus. Tapi sudah menjadi tradisi, ketika memasuki bulan Ramadhan, suara petasan pun mulai terdengar dimana-mana.
Begitu juga yang terjadi di kampung saya. Tak jarang ketika sedang menyantap hidangan berbuka, suara petasan yang memekakkan telinga mengagetkan saya. Atau ketika saya dan anak-anak berjalan menuju masjid untuk sholat tarawih, tiba-tiba ada yang melempar petasan di dekat kami. Pun ketika jamaah di masjid sedang khusyu melaksanakan sholat tarawih, bacaan sujud mendadak diselingi oleh istighfar.
Perlukah petasan di bulan Ramadhan?
Di kampung saya seringkali anak-anak membentuk kelompok, ada dua atau tiga kelompok anak-anak. Satu kelompok melempar petasan untuk kelompok yang lain, dan serangan petasan itu mendapat balasan dari kelompok lainnya. Bisa dibayangkan hiruk pikuk suara petasan di kampung saya.
Bagi mereka yang menyalakan petasan, boleh jadi suara ledakan petasan ini mendatangkan kesenangan. Buktinya kelompok anak-anak yang perang petasan semakin banyak. Penjual petasan pun semakin marak berjajar di sepanjang jalan.
Petasan yang dijual bermacam-macam bentuknya. Mulai dari yang memiliki daya ledak kecil sampai yang besar, bahkan sekarang ini ada petasan yang berbahan dasar spirtus. Jangan pernah berharap mendengar suara ledakan petasan spirtus ini ya!
Tidak jarang beberapa diantaranya merupakan hasil buatan sendiri.
Namun di balik kesenangan bagi pelaku dan “berkah” untuk penjual petasan tersebut banyak hal-hal negatif yang dapat ditimbulkan oleh petasan.
Antara lain ancaman ledakan petasan yang dapat mengakibatkan luka fisik. Seringkali kita mendengar adanya korban luka-luka karena ledakan petasan, bahkan sampai cacat permanen. Beberapa tahun terakhir korban petasan ini semakin meningkat. Tidak hanya anak-anak yang hanya menjadi korban ledakan petasaan saat bermain, bahkan pembuatnya pun banyak yang menjadi korban.
Suara petasan yang memekakkan telinga juga berpotensi membuatterkejut orang-orang yang sedang terlelap tidur. Suara petasan juga dapat mengancam keselamatan jiwa orang lain yang memiliki gangguan jantung ataupun yang tidak terbiasa mendapatkan kejutan seperti suara petasan.
Belum lagi jika bermain petasan ini dilakukan di jalanan, tentunya dapat mengganggu pengendara di jalan.
Pernahkah hal-hal seperti ini dipikirkan oleh mereka yang bermain petasan? Rasanya sih tidak. Demi kesenangan pribadi maka orang lain dirugikan.
Lalu dimanakah letaknya berkah bulan Ramadhan? Bulan Ramadhan yang merupakan bulan suci umat Muslim akhirnya dinodai oleh perilaku negatif mereka yang mengejar kesenangan pribadi.
Adakah larangan bermain/berjualan petasan?
Mengingat dampak negatifnya yang begitu banyak, pemerintah sudah melarang pembuatan/peredaran petasan ini. Petasan yang dapat meledak dan menimbulkan bunyi dilarang diperjual belikan, bahkan penjual dan penyulut petasan juga diancam hukuman.
Pertanyaan selanjutnya, mengapa perilaku menyalakan petasan ini terus terjadi bahkan cenderung meningkat? Jawabannya adalah kesadaran diri yang kurang dan pemaknaan merayakan sesuatu secara keliru yang sudah turun temurun.
Coba saja kita tengok di bulan lain selain Ramadhan, kembang api dan petasan seringkali menandai perayaan tahun baru, acara 17 Agustusan, atau bentuk-bentuk perayaan lainnya. Di bulan Ramadhan intensitas penggunaan petasan ini semakin bertambah.
Bagaimana solusinya?
Perlu adanya edukasi, bahwa bermain petasan ini bukan merupakan tradisi. Siapakah yang harus memberikan edukasi ini? Tentunya orang tua sebagai pendidik pertama di keluarga. Orangtua juga harus memberikan pengertian bahwa bermain petasan tidak memberikan manfaat yang positif bagi anak-anak.
Selain itu orangtua juga harus memberikan contoh untuk tidak bermain petasan. Ibarat pepatah “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”, begitu pun perilaku orangtua yang merupakan contoh terbaik bagi anak-anak.
Anak-anak masih memerlukan pengawasan dari orangtua, demikian juga remaja. Sehingga bermain petasan di bulan Ramadhan tidak lagi menjadi tradisi yang diturunkan dari generasi ke generasi.
Arahkan anak-anak untuk melakukan kegiatan yang positif selama bulan Ramadhan. “Ngabuburit”sambil membaca buku jauh lebih mendidik dibandingkan bermain petasan. Masih banyak sarana edukasi lainnya yang bisa disediakan oleh orang tua untuk anak-anak.
Bagaimana dengan penjual petasan? Penjual petasan juga bisa berjualan barang-barang lain yang lebih bermanfaaat, misalnya saja berjualan makanan untuk berbuka puasa.
Jadi, marilah menjadi contoh yang baik bagi generasi yang akan datang.