“Astagfirullah, eta jelema meuni tega ngirim barang santetan jiga kitu”
Demikian status salah seorang teman yang sebetulnya tidak terlalu saya kenal. Teman saya itu, sebut saja Riki, kemudian mengunggah foto barang-barang yang menurut orang (yang mengaku) pintar atau dukun, merupakan barang kiriman seseorang yang ditanamkan di tubuh adik iparnya. Istilah kerennya, adik ipar Riki ini disantet oleh seseorang.
Barang-barang berupa benang, paku, dan entah apalagi, berhasil dikeluarkan dari tubuh adik iparnya oleh si dukun. Sayangnya saya tidak sempat menyimpan foto yang diunggah oleh Riki. Sekarang foto tersebut sudah dihapus. Berikut saya tampilkan saja contoh barang yang katanya barang santet.
Kondisi adik ipar Riki saat itu perut membengkak, tidak sadar, tidak bisa melihat juga tidak bisa bicara. Jangankan diajak membaca kalimat Allah, diajak bicara pun sudah tidak merespon.
Status dan foto itu menjadi ramai diperbincangkan. Apalagi dari cerita Riki di status dan komentar-komentarnya, keterangan si dukun ini meyakinkan sekali. Ditambah adik ipar Riki ini tidak mau mengucap kalimat Allah. Maka dari sekian banyak orang yang mengomentari status Riki, ada yang meyakini bahwa adik ipar Riki itu terkena santet dan adapula yang tidak percaya.
Selang beberapa hari kemudian, Riki menulis status mengenai kondisi terbaru adik iparnya. Saat itu adik iparnya sudah kritis, dan akhirnya meninggal dunia.
Dari status dan komentar-komentar yang ada kemudian akhirnya saya tahu, bahwa adik ipar Riki sebenarnya terkena penyakit liver/hati, namun sayangnya telat diagnosis dan otomatis telat ditangani.
Tentang Penyakit Liver/Hati
Liver/hati adalah organ yang sangat vital bagi manusia, mengingat fungsinya yang dapat menetralkan racun yang masuk ke dalam tubuh, sebagai tempat memproduksi plasma darah dan zat pembeku darah, juga penghasil empedu yang berguna sebagai pengurai lemak.
Penyakit liver atau peradangan hati bisa terjadi karena berbagai penyebab, misalnya, makanan atau minuman yang tidak terjaga kebersihannya sehingga menjadi pembawa virus atau bakteri hepatitis, kecanduan alkohol atau rokok, atau bisa juga gangguan hati sejak lahir. Bila tidak segera mendapatkan penanganan medis, penderita hepatitis beresiko menderita kanker hati atau pengerutan organ hati yang disebut sirosis.
Pengenalan gejala secara dini dapat membantu pasien untuk mendapatkan penanganan secara cepat dan tepat. Dengan mengetahui gejalanya, pasien maupun keluarga dapat mewaspadai keberadaan penyakit ini.
- Rasa kurang nyaman di bagian perut sebelah kanan, seperti kembung, mual, bahkan muntah.
- Kehilangan selera makan dan sering merasa lemah.
- Otot tubuh terasa nyeri dan mudah lelah.
- Kehilangan berat badan.
- Pada kondisi yang semakin kronis, kulit dan selaput putih mata bisa berubah menjadi kekuningan.
Gejala penyakit liver seperti yang tersebut di atas biasanya akan terlihat jika penderita telah berada pada kondisi yang cukup parah, karena hati adalah organ yang kuat sehingga tidak akan langsung menunjukkan gejala gangguan kesehatan begitu infeksi virus terjadi.
Saya pernah terkena penyakit liver/hati saat duduk di kelas 5. Waktu itu menurut hasil lab dan diagnosis dokter, saya menderita Hepatitis A. Penyebabnya dari makanan yang tidak sehat. Maklum saja, jajanan di sekolah saat itu memang begitu menggiurkan hehehe
Rasanya terkena penyakit liver/hati saya sendiri sudah lupa. Yang saya ingat sih saya bolos sekolah selama hampir 3 bulan. Dan akhirnya demi mengejar pelajaran yang tertinggal, guru saya, Pak Deddy datang ke rumah untuk memberikan materi pelajaran. Terima kasih ya Pak 🙂
Ibu mertua saya juga pernah terkena penyakit liver/hati, tepatnya Hepatitis B. Penyebabnya beda lagi, ibu mertua saya mengalami gangguan hati akibat terlalu banyak mengkonsumsi obat-obatan yang tidak jelas kandungannya. Awalnya ibu mertua saya menderita sakit lutut, seperti kebanyakan ibu-ibu di muka bumi ini hihihi
Obat yang diminum saat itu memang mampu meredam rasa nyeri pada lutut ibu mertua. Namun ternyata hal ini berakibat fatal terhadap liver dan juga ginjal ibu mertua. Kondisi ibu mertua saya saat itu mirip dengan adik ipar Riki. Perut membengkak dan susah diajak komunikasi. Bisa dipahami, karena sakit yang rasanya pasti luar biasa. Jangankan sakit di bagian liver/hati, sekedar sakit gigi atau maag saja kadang memang tidak tertahankan. Jadi boro-boro diajak ngobrol, menahan sakit saja sudah minta ampun.
Untungnya ibu mertua saya cepat ditangani, dan alhamdulillah saat ini sudah bisa beraktivitas seperti biasa.
Lalu bagaimana soal santet seperti apa yang telah dituduhkan oleh orang (yang mengaku) pintar tadi?
Urusan santet ini sempat menjadi issue hangat di lingkup nasional. Saking maraknya issue santet, Komisi III DPR di awal tahun 2013 pernah menggodok Pasal Santet yang masuk dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP.
Dalam rancangan undang-undang yang diajukan pemerintah tersebut, pasal 293 mengatur penggunaan ilmu hitam ini.
Berikut ini bunyi pasal tersebut seperti say akutip dari Tempo
(1). Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
(2) Jika pembuat tindak pidana sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, maka pidananya dapat ditambah dengan 1/3 (satu per tiga).
Saya sendiri tidak mengerti soal hukum. Bagi saya yang tinggal di lingkungan pedesaan, urusan santet seperti ini masih lumrah dibicarakan. Bukan sekali dua kali saya mendengar “Si Fulanah sepertinya ada yang mengerjai, soalnya sudah berobat kemana-mana gak sembuh-sembuh” atau “si Fulan sakitnya koq aneh banget ya? Seluruh badannya biduran, anak-anaknya kena juga. Kena santet tuh“
Padahal si Fulanah memang tidak berobat secara medis dengan maksimal, dan kebanyakan memang tempat berobatnya ya antara orang pintar satu ke orang pintar lainnya. Terus, kalau begitu mau sembuh gimana donk?
Lain lagi dengan si Fulan. Badannya memang penuh dengan biduran, bahkan ketiga anaknya juga terkena penyakit yang sama. Untuk tahu lebih jelas tentang penyakit yang diderita memang memerlukan opini dan beberapa pemeriksaan medis. Namun keterbatasan fasilitas medis di desa saya menyebabkan si Fulan dan anak-anaknya juga tidak berobat dengan maksimal.
Saya sendiri menduga si Fulan dan anak-anaknya ini terkena alergi. Saya sih menyarankan agar si Fulan dan anak-anaknya mengurangi konsumsi telur, ayam dan seafood. Entahlah, apakah saran saya diikuti atau tidak. tapi selang beberapa minggu kemudian, biduran pada tubuh si Fulan dan anak-anaknya berkurang. Mudah-mudahan mereka cepat sehat kembali.
Bukannya saya tidak percaya dengan hal-hal yang bersifat ghoib. Hanya saja, kalau sudah menyerempet ke tuduhan kirim mengirim barang apalagi penyakit, sepertinya ada yang salah.
Santet boleh jadi memang ada, dan hal ini jelas tidak benar, baik menurut agama maupun menurut hukum. Namun menuduh seseorang telah mengirimkan barang-barang santet ataupun penyakit juga sama tidak benar. Bagaimana kalau tuduhan itu salah sasaran? Tentunya tuduhan itu hanya menjadi fitnah. Bukankah fitnah itu lebih kejam daripada tidak fitnah? #yaiyalah
Jangankan santet, “tindak pidana” yang kasat mata. Tindak pidana yang jelas-jelas nyata dan terlihat oleh mata saja, kadang hukum yang terjadi malah salah sasaran.
Makanya, daripada menambah-nambah dosa yang sudah menggunung, saya lebih memilih tidak percaya santet apalagi percaya dukun. Perkara barang-barang yang (katanya) berhasil dikeluarkan oleh dukun dari tubuh seseorang, saya lebih memilih untuk mempercayai kalau itu hanyalah gimmick dari si dukun. Sebuah taktik agar semakin banyak orang yang percaya kepada si dukun, bukan kepada Allah.
Berikhtiar demi kesembuhan ketika sedang sakit tentu sangat dianjurkan. Karena setiap penyakit pasti ada obatnya. Tapi hendaknya kita tetap yakin bahwa yang memberikan kesembuhan hanyalah Allah semata.
Terlepas dari itu semua, ini hanyalah opini saya pribadi. Kamu sendiri pilih percaya/tidak?