Momen buka puasa selama bulan Ramadhan kemarin ternyata meninggalkan kesan yang mendalam buat ketiga anak saya, Lavinna, Nadira, dan Aldebaran. Pasalnya saya selalu menyediakan teh manis hangat sebagai menu “wajib” untuk buka puasa, masing-masing punya jatah teh manis sendiri.
Kebiasaan itu berlanjut sampai sekarang. Bedanya, sekarang mereka sudah bisa membuat teh manis sendiri. Meskipun tidak dalam keadaan berpuasa, Lavinna, Nadira dan Aldebaran selalu minta disediakan teh manis setiap sore, terutama menjelang maghrib saat ayah mereka pulang dari kantor.
Momen kedatangan ayah mereka itulah yang sangat dinanti. Sejak siang hari mereka bergantian menelepon ayahnya, sekedar menanyakan “Ayah, nanti jam berapa pulang dari kantor?”. Padahal pagi sebelum ayah mereka berangkat ke kantor pun mereka masih sempat bertemu dan menanyakan hal yang sama, “jam berapa pulang dari kantor?”.
Setelah sampai waktunya ayah mereka dalam perjalanan pulang, mereka kembali menelepon dan menanyakan, “Ayah, sekarang sudah sampai mana???”. Saat diperkirakan ayah mereka sudah mendekati rumah, mereka sibuk menyiapkan gelas masing-masing. Bahkan Aldebaran, yang baru akan berusia 2 tahun di bulan Desember ini pun ikut sibuk dengan gelas plastiknya. “Teh enis… Teh enis”, sambil menyodorkan gelas dan sendok, begitu ucapnya saat meminta dibuatkan segelas teh manis.
Saya hanya menyiapkan air panas untuk menyeduh tehnya, sementara Lavinna dan Nadira sudah bisa menuangkan gula dan mengaduknya sendiri. Biasanya Lavinna menyiapkan minum untuk dirinya sendiri dan untuk ayahnya. Sementara Nadira, selain untuk dirinya juga menyiapkan teh untuk adiknya, Aldebaran.
Ketika ayah mereka datang, semua sibuk berebut menarik tangan ayahnya agar segera duduk di kursi, lalu bertukar cerita pengalaman apa saja yang mereka alami hari ini. Lavinna bercerita tentang ulangan di sekolah yang mudah saja dia kerjakan dan belajar bersama teman-temannya sepulang sekolah, Nadira bercerita tentang temannya yang menangis karena jatuh dan PR yang sudah selesai dikerjakan. Sementara Aldebaran dengan kata yang masih terpotong-potong bercerita tentang pengalamannya naik odong-odong dan memberi makan ikan di kolam.
Dengan sabarnya, meskipun lelah setelah menempuh perjalanan dari kantor ke rumah selama 2 jam, suami saya tetap meladeni setiap cerita sambil menikmati teh manis yang sudah dibuat oleh anak-anak.
Begitulah setiap hari, dengan cerita yang selalu berganti-ganti tetapi masih ditemani teman bercerita yang sama, Teh Sariwangi.
Sekejap saja memang, hanya 15 menit. Tapi itulah momen yang selalu dinanti anak-anak. Momen yang semakin menghangatkan keluarga kami, sehangat Teh Sariwangi.
*Tulisan ini diikutsertakan di Lomba Cerita 15 Menit Momen Hangat Bersama Keluarga yang diadakan Mari Bicara Teh Sariwangi.. Kalah sih… huhuhu… tapi gak apa-apa… namanya juga belajar nulis lagi #nangissambilngeteh