Waspada & Cegah Filariasis

By | October 13, 2015

Mah, kata ibu Kepala Sekolah besok harus sarapan dulu terus bawa air di botol aqua“, lapor Teteh sepulang sekolah kemarin.

Sarapannya harus nasi“, sambung Ceuceu.

Sebenarnya tanpa himbauan dari Kepsek pun, anak-anak memang sudah saya biasakan sarapan sebelum berangkat ke sekolah. Sarapannya nasi, maklum… Urang Sunda… Asli!

Pernah sih sekali waktu Teteh susah sekali dibangunkan. Padahal sekolahnya masuk siang, jam setengah 10. Sampai jam 9 mata Teteh masih rapat, boro-boro mandi… buka mata aja susah. Duh… akhirnya saya gusur paksa ke kamar mandi. Teteh bangun, mandi dan siap ke sekolah.

Sayangnya Teteh gak sempat sarapan. Untuk mengganjal perut, Teteh pun saya beri satu lembar roti + meises. Dari jam setengah 10 sampai jam 12 saya cemas, takut Teteh kelaparan. Ternyata benar saja, sepulang sekolah Teteh bercerita kalau tadi pas nulis, tangan Teteh gemetaran ahahaha… makan roti satu lembar masih aja salatri, biasa makan nasi satu piring sih. Maka semakin jelaslah kalau Teteh memang Urang Sunda Asli yang kalau belum makan nasi, ya belum makan hihihi.

Belakangan ini di sekolah Teteh dan Ceuceu ada himbauan dari Kepala Sekolah untuk membawa piring dan botol minum sendiri. Kata ibu KepSek untuk mengurangi jumlah sampah yang diakibatkan oleh bungkus makanan bekas jajan anak-anak. Tapi ya, karena sudah jadi kebiasaan bertahun-tahun, agak sulit mengubah kebiasaan anak-anak. Meski mereka membawa piring, tetap saja jajannya pakai plastik. Kalau Teteh dan Ceuceu memang jarang jajan di sekolah. Bawa air minum mah dari dulu juga udah bawa di tumbler.

Makanya saya pikir perintah ibu guru sarapan + bawa air minum kemarin ini untuk mempertegas kembali himbauan membawa piring sendiri

Hari ini Teteh bangun lebih pagi. Sesuai anjuran Ibu Kepsek, Teteh sarapan nasi. Lagipula, kasihan kalau Teteh sampai salatri… lagi 😀

Ketika mengantar Teteh ke sekolah tadi pagi, saya heran… tumben di sekolah cukup ramai. Ibu-ibu yang biasanya setelah mengantar anak-anak terus pulang, masih duduk-duduk di warung. Dan anehnya banyak siswa kelas 1 yang menangis di sekolah.

Duh… kenapa ya?

Belum habis rasa penasaran saya, ada Ceuceu yang menyusul ke tempat parkir motor dengan muka mengernyit…

Obatnya gede-gede…“, kata Ceuceu sambil memegang tenggorokannya.

Lho, obat apa???

Obat kaki gajah… kalo udah minum itu gak bakal kena kaki gajah kan mah?”, sambung Ceuceu.

Oalah… pantesan disuruh sarapan dulu sebelum ke sekolah. Ceuceu bilang ada 3 obat yang diberikan, yang satu rasanya manis. Wajib sarapan ini sebagai antisipasi efek samping obat filariasis, salah satunya adalah mual dan pusing. Eh, itu mah jadinya salah dua ya… 😀

Tapi buat Ceuceu, satu obat tablet saja sudah kebanyakan. Seringkali malah nyangkut di tenggorokan. Padahal minum udah habis bergelas-gelas. Sepertinya Ceuceu harus minum obat ala urang Sunda juga… disanguan! :))

Saya juga mendapat undangan dari Pak RT untuk datang ke Desa dalam rangka pengobatan filariasis. Memangnya lagi banyak ya yang kena filariasis???

Penasaran, saya tanya kenalan saya di Facebookers Subang yang kebetulan bertugas di PKM Pringkasap, Bapak Budi Mulyawan alias Pak Aboey. Kata beliau sih dari data Dinkes Subang, temuan filariasis di wilayah kerja Subang ada 28 penemuan kasus filariasis, terutama daerah Pantura. Di wilayah Pabuaran, Pak Aboey sendiri menemukan 3 penderita positif filariasis.

Dari hasil survey di tahun 2000, ada 6.233 kasus kaki gajah yang tersebar di 231 kabupaten di Indonesia. Di tahun 2009, jumlah penderita meningkat menjadi 11.941 orang di 401 kabupaten/kota di Indonesia.

Hingga 2015, Kementerian Kesehatan mendata 14.934 kasus filariasis yang tersebar di 418 kabupaten/kota di seluruh provinsi.

Aduh, lumayan banyak juga ya ternyata. Apalagi penyebaran filariasis terbilang cukup mudah, yaitu melalui gigitan nyamuk yang sebelumnya sudah menghisap darah orang yang mengandung mikrofilaria.

Saya gak akan membahas bagaimana proses pertumbuhan larva mikrofilaria stadium I sampai menjadi cacing filaria. Yang jelas cacing filaria dewasa mampu bertahan dalam tubuh manusia selama… 4-6 tahun! Bahkan beberapa referensi ada yang menyebutkan 10 tahun.  Selama itu pula mikrofilaria akan terus terbentuk. Bayangkan saja, 1 parasit  filaria betina dewasa mampu menghasilkan 10.000 mikrofilaria yang siap disedot sama gerombolan nyamuk, baik itu dari komunitas nyamuk Aedes, Anopheles, Culex, Mansonia, dan komunitas nyamuk lain yang sama-sama nakal itu. Yang jelas meski berbeda jenis, komunitas nyamuk ini tetap satu tujuan… yaitu menghisap darah manusia :))

Waduh, lebih ngeri lagi nih… apalagi saya memang jarang beberes, jadi bisa dipastikan nyamuk di rumah banyak pisan ahaha

Sempat merasa takut dengan berbagai cerita tentang efek samping obat kaki gajah yang banyak diberitakan media, tapi saya lebih takut dengan penyakit kaki gajahnya sendiri. Bayangkan saja, bertahun-tahun hidup dengan kaki yang membengkak seperti gajah. Tidak hanya kaki, tapi juga lengan sampai alat kelamin. Apalagi jika tidak mendapatkan pengobatan yang tepat, bisa jadi cacat menetap hiyyyy….

Jadi, saya pun mengantar Teteh ke kelas untuk mendapatkan obat pencegahan kaki gajah.

Saya wanti-wanti ke Ceuceu dan Teteh, kalau setelah minum obat ada yang terasa seperti pusing atau mual, bilang aja.

Alhamdulillah, sepanjang hari ini tidak ada apa-apa sih. Sepertinya tidak ada juga teman-teman Ceuceu atau Teteh yang mengeluh adanya efek samping obat kaki gajah seperti yang dikhawatirkan sebelumnya. Maklum, kalau tinggal di desa dan ada apa-apa, berita pasti sangat cepat menyebar. Pak Aboey sendiri sukses menggelar pencegahan penyakit kaki gajah di daerahnya. Lihat saja keceriaan anak-anak yang sudah meminum obat kaki gajah ini…

12079202_889183824469575_3408434781144451394_n

kaki gajah

Siswa SD yang sudah mendapatkan pengobatan kaki gajah (Sumber : FB Pak Aboey Budi Mulyawan)

Btw, saya udah dapet nih obat kaki gajah dari Desa. Karena saya tidak termasuk orang yang mendapatkan penundaan obat. Eh, memangnya siapa saja yang mendapat penundaan obat?

Obat pencegahan kaki gajah sesuai rekomendasi WHO sebaiknya tidak diberikan kepada anak yang berusia di bawah 2 tahun, ibu hamil dan menyusui, penderita sakit berat yang sedang dalam kondisi lemah, dalam terapi pengobatan medis atau berusia lebih dari 70 tahun.

Baiklah, karena setelah diperiksa tim kesehatan dari PKM saya dinyatakan sehat.. jadi saya minum saja obatnya.

Serem sih melihat obat yang menurut saya cukup banyak dan harus ditelan sekaligus… tapi daripada keburu sakit, lebih baik dicegah duluan saja. Lagipula, tanpa kaki gajah pun saya udah sering dibilang gajah sama Ade, yang bengkak seluruh badan ahahaha

Eh, gimana di tempat teman-teman? Adakah temuan kasus filariasis? Ada pencegahan/pengobatan massal juga gak? Kalau ada, jangan takut minum obatnya ya… Yang penting sih memang dalam keadaan sehat. Toh sebelum diberi obat, kita juga diperiksa dulu. Kalau memang ada keluhan di tubuh kita, konsultasikan dulu dengan tim kesehatan yang memeriksa. Jangan lupa, saat makan obat, perut jangan kosong. Kalau kata pepatah sih lebih baik mencegah daripada mengobati 😀

6 thoughts on “Waspada & Cegah Filariasis

  1. fanny fristhika nila

    aku prnh ke museum forensic di bangkok, dan di sana ada penjelasan komplit ttg kaki gajah beserta patung manusia dlm ukuran real yg terkena kaki gajah.. sampe kemaluannya gedeee bgt jadinya.. hihhh.. serem mba… -__-.. apalagi baca penjelasannya..

    Reply
  2. Mang Yono

    Akhirnya bisa komenjuga di blog nomer 1 di Subang hehe….. Kalau saya gak sempat tuh minum obat untuk Filariasis… datang ke Pos pengobatan ntu obatnya saya sakuin.. eh pas sampai dirumah mau diminum ternyata gak ada… 🙂

    Reply
  3. Keke Naima

    Di sini juga pernah dikasih obat filariasis. Selain gede-gede,rasanya itu pahit banget. Obat yang paling gak enak kalau kata saya hehehe

    Reply
  4. Nia Haryanto

    Pernah sekali makan obat ini. Pahit, gede-gede, dan gak enak. Sejak itu, kalo dikasih gak pernah dimakan. *Baong* 😀

    Reply

Leave a Reply to Mang Yono Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *