Peran Serta Masyarakat dalam Pengendalian TB

By | June 29, 2014

Baiklah, serial ke-7 artikel mengenai Tuberkulosis ini cukup berat bagi saya. Berat di tengah keadaan harus bolak-balik rumah sakit demi memastikan kondisi Bapak saya. Meski sudah diniatkan menulis jauh hari sebelum Bapak masuk rumah sakit, tetap saja terlupakan. Beruntung seorang teman memberitahu melalui sms, bahwa saya hampir saja melewatkan deadline serial ke-7. Dengan koneksi dan peralatan tempur seadanya, akhirnya selesai juga…

Jadi ceritanya begini, beberapa minggu yang lalu Bapak saya memeriksakan diri ke poliklinik karena beberapa keluhan. Dari hasil pemeriksaan dokter, diperoleh diagnosa bahwa Bapak menderita hernia dan harus segera dioperasi, karena ususnya yang turun ke tempat yang tidak seharusnya. 

Sayangnya, Bapak saya tidak bisa dioperasi dalam waktu dekat, karena beliau masih meminum obat pengencer darah sebagai konsekuensi serangan stroke beberapa bulan yang lalu. Seharusnya Bapak baru bisa menjalani operasi Jumat kemarin. Ketika saya berkunjung beberapa hari yang lalu, dengan pertimbangan keluhan sesak dan sakit di dada Bapak yang sudah cukup lama berhenti meminum obat pengencer darah sebagai persiapan operasi hernia, akhirnya saya mengantar Bapak untuk konsultasi dengan dokter bedah.

Setelah menjalani berbagai macam pemeriksaan, termasuk pemeriksaan laboratorium, akhirnya diputuskan operasi hernia dipercepat dari jadwal yang sudah ditentukan sebelumnya. Bapak akan segera dioperasi malam itu juga.

Takdir memang tidak dapat ditolak. Setelah mendapatkan jadwal dan ruangan untuk rawat inap setelah operasi nanti, beberapa jam menjelang operasi hernia, Bapak saya malah terkena serangan stroke yang ketiga.

Yup, Bapak saya memang pernah terkena stroke sekitar bulan Februari, ini serangan kedua. Serangan pertama saya sendiri lupa kapan terjadinya. Saat itu dokter yang menangani Bapak mewanti-wanti, supaya kondisi Bapak dijaga agar tidak sampai terjadi serangan stroke yang ketiga. Akibatnya memang sangat fatal. Kali ini Bapak benar-benar tidak berdaya. Sudah 4 hari ini Bapak masih muntah-muntah dan mengeluh pusing juga mual. Bagian badan sebelah kiri pun sama sekali tidak bisa digerakan. Mudah-mudahan Bapak saya bisa melewati masa krisis ini dan segera pulih seperti sedia kala.

Rentetan penyakit yang diderita Bapak berawal dari kebiasaan buruknya dahulu, yang sanggup menghabiskan rokok sampai 2 bungkus per hari. Hasilnya? Saya masih sangat ingat, 13 Agustus 2010, saat orang lain sedang menunaikan sholat Jumat, saya “kehilangan” Bapak saya! Yup, Bapak saya collaps karena serangan jantung. Beruntung Bapak kembali tersadar, dan akhirnya saat itu juga dibawa ke rumah sakit.

Sejak Agustus 2010, Bapak sudah menjalani 3 kali pemasangan stent/ring di jantungnya dan kondisi kesehatan Bapak terus menurun.

Lho, koq malah curhat? Lalu apa hubungannya cerita saya tentang kesehatan Bapak dengan serial blog Tuberculosis kali ini yang bertema “Peran Serta Masyarakat dalam Pengendalian TB”?

Sebetulnya hubungan secara langsung tidak ada, tapi setidaknya dari bekal pengalaman menemani Bapak selama sakit ada beberapa hal yang bisa saya terapkan untuk ikut serta membantu pemerintah mengendalikan Tuberculosis.

Pertama, mulai dari diri sendiri dan keluarga

Menjaga pola hidup sehat dan kebersihan lingkungan diri sendiri dan keluarga, terlebih jika ada orang terdekat/keluarga kita yang merupakan pasien TB. Mengkonsumsi makanan yang bergizi dan cukup nutrisi, dan yang tidak kalah penting adalah menjauhi alkohol dan rokok.

Tidak ada salahnya untuk selalu menggunakan masker terutama saat berinteraksi dengan pasien TB. Setelah itu, pastikan kita mencuci tangan sampai bersih dengan sabun/hand sanitizer. Menjaga kebersihan lingkungan rumah maupun tempat bekerja agar tidak lembab, kebersihan peralatan makan dan semua tempat, termasuk menjaga kondisi tubuh agar selalu sehat juga tidak boleh terlewatkan.

Hal kecil seperti ini sangat penting dilakukan untuk mengendalikan berbagai jenis penyakit, baik yang menular maupun tidak. Bapak saya salah satu contohnya. Saat hal-hal kecil seperti menjaga pola hidup sehat, menjaga kondisi tubuh dan juga menjauhi rokok diabaikan, maka dengan mudah sekarang Bapak terserang banyak penyakit.

Kita juga perlu berbagi pengetahuan tentang TB kepada keluarga, karena bukan tidak mungkin keluarga kita sendiri belum mengetahui dengan jelas apa dan bagaimana TB itu sebenarnya. Bahkan bisa jadi masih ada anggapan di keluarga kita sendiri bahwa TB ini tidak dapat diobati sampai tuntas.

Setelah itu bisa bersama-sama berbagi pengetahuan mengenai TB kepada teman, sanak saudara, dan tetangga, sehingga lebih banyak orang yang mengerti bagaimana cara menanggulangi TB.

Kedua, lebih cermat dengan keadaan sekitar

Jika kita mau cermati keadaan sekitar, bisa saja kita dengan mudah menemukan seseorang yang mengalami gejala TB. Tidak ada salahnya kita mengajak beliau untuk segera memeriksakan diri ke layanan kesehatan terdekat. Kalaupun hal itu sulit dilakukan, kita bisa melaporkan keadaan tersebut ke Puskesmas atau Dinas Kesehatan terdekat.

Selanjutnya, kita juga bisa menjadi PMO (Pendamping Minum Obat) agar pasien TB bisa meminum obat secara teratur sesuai dosis yang dianjurkan, mengingat pengobatan TB harus rutin dan cukup lama.

Hal yang juga penting jika keluarga/tetangga sekitar kita menderita TB adalah turut memperhatikan beban biaya ekonomi selama pengobatan. Karena meskipun pengobatan TB ini gratis dijamin oleh pemerintah, namun fakta yang ada menunjukkan bahwa sebesar 75% pasien TB harus mengambil pinjaman atau berhutang untuk biaya pengobatan dan biaya sehari-hari.

Ketiga, aktif melakukan sosialisasi tentang TB

Kita juga bisa turut aktif menanggulangi TB dengan menjadi kader TB/tenaga sukarela melalui organisasi  resmi atau membentuk organisasi sendiri dengan masyarakat sekitar (komunitas). Kalaupun tidak, kita masih bisa berperan serta menyebarkan informasi TB melalui tulisan seperti yang sedang saya dan juga blogger lain lakukan.

Mari ikut serta dalam kampanye pengurangan jumlah penderita TB dan kampanye penurunan penyebaran/risiko penularan penyakit ini. Memulainya dari diri kita sendiri, memulainya dari hal-hal yang kecil, serta memulainya saat ini juga akan berarti bagi kenaikan tingkat kesehatan semua manusia di dunia. Program Penanggulangan TB tidak mungkin berhasil jika hanya ditanggulangi sektor kesehatan saja, namun diperlukan keterlibatan dan peran serta dari berbagai sektor. Program penanggulangan TB berbasis masyarakat (komunitas) merupakan wujud partisipasi masyarakat dalam penanggulangan TB.

Yuk kita mulai, sekarang juga!

Referensi:

http://www.tbindonesia.or.id
http://www.stoptbindonesia.org


http://www.cdc.gov
http://www.who.org
http://www.kncv.or.id

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *